Belajar Toleransi, Sejarah dan Budaya di Pura Tirtha Empul
Tulisan sebelumnya:
Perut sudah kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan.
Di Bali, kami seringkali menemukan patung-patung cantik. Saya tak terlalu
mengerti seni, tapi saya yakin dalam proses pembuatan patung-patung itu butuh
proses yang tak mudah. Buktinya, hasilnya patung menjadi cantik, terlihat rumit
dan detail, tampak seperti asli.
Di jalan menuju tempat wisata berikutnya,
kami melewati patung besar dan gagah. Pak sopir menunjukkannya sama kami dan
tiba-tiba Za spontan bicara, “Patung itu
bla bla bla…”
Hup, hampir saja saya membekap mulut Za.
Untung itu tidak saya lakukan. Saya memilih memotong pembicaraannya dan
mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Disitu saya sadar, masih banyak PR yang
harus saya lakukan. Saya belum tuntas memberikan pemahaman padanya untuk tidak
berbicara sembarangan, untuk menghormati kepercayaan orang lain.
Mudah-mudahan sih pak sopir nggak dengar.
Kalaupun dengar, mudah-mudahan ia bisa mengerti kalau yang dikatakan Za itu
hanya ucapan spontan anak kecil yang belum terlalu mengerti.
Selain patung indah, kami juga menemukan
banyak kebun jeruk. Buah jeruknya warnanya oranye. Kata pak sopir, namanya
jeruk masam, tapi rasanya tidak masam. Nah, bingung kan. Anehnya kami tidak
menemukan pohon jeruk bali. Bukannya Bali terkenal dengan jeruk bali-nya?
“Ini desa Tampaksiring pa. Di sini ada istana
Tampak Siring yang dibangun pada masa Presiden Sukarno.” Kata pak sopir begitu
kami memasuki desa Tampaksiring. Tak lama kemudian, kami berhenti di Pura Tirta
Empul, tak jauh dari istana Tampaksiring.
Pura Tirtha Empul adalah
pura Hindu yang berlokasi di Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, yang terkenal dengan air sucinya di mana orang Hindu
Bali mencari penyucian. Pura Tirtha Empul dibangun pada 962 M pada jaman Raja Chandra Bhayasingha dari Dinasti
Warmadewa (dari abad ke-10 hingga ke-14),
di tempat adanya mata air besar.
Air Tirtha Empul mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai
ini terdapat beberapa peninggalan purbakala. Pura ini dibagi atas Tiga bagian
yang merupakan Jaba Pura (HaLaman Muka), Jaba Tengah (Halaman Tengah), dan
Jeroan (Halaman Dalam). Pada Jaba Tengah terdapat 2 (dua) buah kolam
persegi empat panjang dan kolam tersebut mempunyai 30 buah pancuran yang
berderet dari Timur ke Barat menghadap ke Selatan. Masing – masing pancuran itu
menurut tradisi mempunyai nama tersendiri diantaranya pancuran Pengelukatan,
Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (Racun).
Menurut mitos yang ada di masyarakat
(mitologi) tentang awal mula terjadinya mata air Titha Empul ini, diceritakan bahwa Raja Mayadenawa bersikap
sewenang–wenang dan tidak mengijinkan rakyat untuk melaksanakan upacara-upacara
keagamaan untuk mohon keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Setelah perbuatan
itu diketahui oleh Para Dewa, maka para dewa yang dikepalai oleh Bhatara Indra
menyerang Mayadenawa. Mayadenawa kalah dan melarikan diri hingga di sebelah
Utara Desa Tampak siring. Dengan kesaktiannya ia menciptakan sebuah mata air
beracun mengakibatkan laskar Bhatara Indra yang mengejarnya gugur akibat minum
air tersebut. Melihat hal ini Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya dan
"air keluar dari tanah" (Tirtha Empul). Air Suci ini dipakai memerciki
para Dewa sehingga tidak beberapa lama bisa hidup lagi seperti sedia kala.
Ada
beberapa peraturan yang harus dipenuhi pengunjung untuk memasuki pura, yaitu:
- Berpakaian adat adat atau memakai selendang
- Tidak bercelana pendek.
- Rambut harus diikat.
- Wanita datang bulan tidak diperbolehkan masuk
- Tidak berpakaian basah.
Makanya,
sebelum masuk petugas meminjamkan selendang untuk dipakai atau kain untuk mereka
yang bercelana pendek.
Di
dalam pura, banyak wisatawan yang sedang mandi atau hanya membasuh badannya dengan
air yang dipercaya sebagai air suci di pancuran yang airnya mengalir dari salah
satu kolam. Warna air kolam tersebut hijau menakjubkan. Di kolam lainnya,
puluhan bahkan mungkin ratusan ikan koi yang besar-besar berenang dengan bebasnya.
Halaman
dalam pura hanya boleh dimasuki oleh mereka yang akan beribadah. Terlihat beberapa
turis sedang beribadah dipimpin pemuka agama setempat. Pada saat itulah, saya
berusaha memberikan pengertian sama Za bahwa kita harus menghormati kepercayaan
orang lain. Caranya, ya dengan membiarkan mereka ibadah sesuai kepercayaan
mereka. Kita juga tentu berharap orang lain akan menghormati kepercayaan kita
dan membiarkan kita tenang beribadah.
Entah
deh Za mengerti atau tidak. Hal ini tentu butuh proses. Dia hanya terlihat antusias
dengan kolam dan bangunan indah di depan mata.
Keluar
dari pura, kami melewati jalan yang berbeda dengan saat masuk. Kami melewati
kios-kios cenderamata. Harganya sih kayaknya cukup murah. Kaos anak saja
dihargai 10 ribu rupiah. Anak-anak sudah merengek-rengek aja mau ini itu. Za
mau mainan motor dari kayu. Tapi, mengingat kami masih ada 2 hari di sini,
nanti saja belanjanya.
Jalan
kecil dengan jejeran kios cenderamata itu berakhir di area parkir. Lalu kami
bingung. Mana pak sopi dan mobilnya ya? Saya bawa handphone (lama) suami tapi tak
ada kartunya, jadi tak bisa menghubungi pak sopir. Handphone baru suami lagi
lowbat, tapi untungnya masih bisa menghubungi pak sopir.
Mau
nyelipin review handphone Xiaomi
Mi 4i 16GB yang dipakai suami sekarang. Memang keren sih handphone ini. Melalui peningkatan kepadatan energi baterai lithium-ion polymer dengan
aplikasi teknologi Polymer Cell 700Wh/, baterai muat banyak untuk memasok daya
bagi layar 5 inci Mi 4i. desain ulang pada Mi 4i yang mencakup
penggunaan PCB dua sisi dan layar super ramping, memaksimalkan penggunaan
setiap sentimeter ruang internal Mi 4i. Hasilnya, body 7.8 mm yang luar
biasa tipis tapi memiliki daya tahan baterai sepanjang hari karena memiliki
baterai 3120 mAh. Mi 4i juga dilengkapi teknologi Quick Charge yang mampu
mengecas sampi 40% dalam waktu satu jam!
Kamera
Sony 13MP dan afertur f/2.0 pada Mi 4i menghasilkan gambar yang tajam, artistik,
dan mampu beradaptasi dalam segala situasi. Saat pencahayaan kurang, flash two
tone Mi 4i menganalisa cahaya dalam ruangan untuk mensimulasikan pencahayaan
natural.
Jadi
ingat, saat masuk di halaman pura, seorang bapak yang ramah menyambut kami. Dia
berpakaian adat bali, menjelaskan tentang pura dan Istana Tampaksiring yang
saat ini sering dikunjungi petinggi Negara. Saya pikir, lelaki itu memang
petugas di sana. Eh, ternyata dia tukang foto sekali jadi. Dia menawarkan
jasanya sama kami. Tapi, karena kami masing-masing bawa smartphone, kami tidak
menggunakan jasanya, biar hemat. Apalagi hasil jepretan Xiaomi Mi 4i milik suami
sangat bagus, ini salah satunya.
Kelebihan
lain Mi 4i diantaranya:
- Resolusi layar sebesar 1920x1080 sama dengan TV full HD 49
inci.
- Jumlah pixel sebanyak 441 pixel per inch
membuat gambar lebih tajam.
- Layarnya mampu menampilkan
95% bentang warna NTSC.
- Viewing angle sebesar 178 derajat membuat semua gambar tetap optimal dilihat
dari sudut manapun. Layar lebih besar namun tipis dan ringan berkat teknologi
OGS full lamination.
- Performa 64 bit mampu memproses data 2 kali lebih
banyak.
- Snapdragon 615 dengan 4 core 1.7Ghz dan 4 core
1.1 Ghz untuk multitasking dan menjalankan aplikasi berat.
- koneksi 4G
pada kedua slot kartu SIM, dan support sampai dengan 16 band LTE.
- 3x lebih cepat dengan
Wi-Fi 802.11ac
- Suara menggelegar dengan
Smart PA playback
- Didesain dengan coating
anti minyak dan 5 pilihan warna menarik.
Xiaomi Mi 4i telah mengabadikan sebagian perjalanan kami
sekeluarga di Pura Tirta Empul. Saat melihat foto itu, kami akan mengingat
tentang kekayaan budaya bangsa, sejarah dan toleransi beragama.
Oh ya, Xiaomi Mi 4i bisa dibeli secara online di blibli.bom.
Harganya mulai dari Rp 2, 799,000. Tulisan ini, selain dalam rangka menuangkan
pengalaman saat jalan-jalan ke Bali, juga diikutsertakan dalam Review blibli.com. Ikut juga ya!
Sumber
referensi:
wah ,,, keren .,.. kpn aku bisa kestu yah ,,,hehe
ReplyDeleteJalan" sambil di foto dengan kamera 13 MP itu rasanya...sesuatu hehe
ReplyDeleteDi bali sy paling suka ke kintamani mak, selain dingin, di restoran yg ada, sambil duduk makan siang kt bs melihat pemadangan gunung dan danau batur dari atas... indah banget.
ReplyDeletewah asik bgt jalan2nya..terus foto2 dengan kamera keren..mantab mba
ReplyDeletePas dulu kesana pas lagi datang bulan. Huhuhu... Dan sampe sekarang belum kesampean kesana.
ReplyDeletewah keren.. jadi pingin kesna,,hehe
ReplyDeletewah berarti harus cek jadwal datang bulan ya kalau mau ke Bali biar bisa masuk ke pura dan mengenal aktivitas di sana... jadi pengen >.<
ReplyDeleteBy the way hpnya emang bagus ya mbak.. jadi pengen beli juga hhhehehhe
salam kenal..
www.piazakiyah.com
salam kenal
DeleteBali cantik dan artistik ya mbak..... Tp aku sering nggak tahan ma bau dupanya klo du obyek wisata model ini.....
ReplyDeleteTulisan yang informatif ...
ReplyDeleteVariasi antara budaya dan teknologi digabung menjadi satu tulisan ....
pengen kesana, tapi kapan ya -__-
ReplyDeletememang ya mbak, kita harus mengajarkan anak sejak dini tentang keanekaragaman budaya sehingga mereka bisa memahami dan menghormati..Anak-anakku juga suka tiba-tiba berseloroh "kurang enak" didengar secara spontan, yang mereka pikir adanya perbedaan dari yang mereka pahami sebelumnya. Tapi menyenangkan ya mba..bisa jalan2 ke Bali bersama keluarga :)
ReplyDeleteseru banget mba jalan-jalannya
ReplyDeleteada peraturannya juga ya masuk ke pura
ReplyDeleteAh Bali memang selalu menawan untuk dijelajahi ya Mbak Kania. Saya juga rindu main ke pura-pura mereka yang suci. Ngademin perasaan soalnya :)
ReplyDeleteWaaah senangnya jalan2 tapi banyak yg dipelajari
ReplyDeleteWuih seru ya jalan-jalannya. Jadi pengen jalan-jalan juga. Hehehehe...
ReplyDeleteBtw, Redmi Xiaomi ini hapenya keren ya. Mupeng dengan kameranya.
Kyaaa,,,, Xiaomi lagi...
ReplyDeletejadi mupeng banget ini bundaa
kameranya ciamikk dahh