Cinta, Tak Harus Selalu Diucapkan
Duhai waktu, begitu cepat engkau berlayar. Baru tujuh tahun saja aku melalui perjalanan cinta dengan dia. Usia perjalanan yang masih dini. Seperti anak kecil yang masih labil dan butuh bimbingan orang dewasa.
Dulu, aku seringkali bertanya dalam hati. Kenapa sih dia tak pernah ungkapkan cinta. Kenapa sih dia jarang bercengkerama dengan buah cintanya. Kenapa sih dia sibuk di depan komputer, atau sebaliknya tiduran sepanjang hari, saat hari libur? Kenapa sih? Kenapa ini? Kenapa begitu?
Sayangnya, tanyaku tak mendapat jawaban karena aku menyimpan tanya itu dalam hati. Awalnya hanya sungkan. Ah, bagaimana kalau dia tersinggung. Ah, kasihan pulang kerja pasti capek. Ah, nanti saja. Nanti. Nanti. Akhirnya aku dan dia seringkali tak banyak bicara walau tinggal satu atap. Dia pergi pagi dan pulang malam. Dia pulang aku tidur karena lelah seharian mengurus rumah dan anak.
Akhirnya, aku seringkali tak kuasa menahan diri, merasa beban di pundak terasa berat karena tak ada teman berbagi. Seringkali memendam semua sendiri menjadi bom waktu yang mengerikan. Percikan amarah membuat suasana rumah yang seharusnya berbau surga menjadi neraka. Seringkali, berteriak dalam hati karena menangis pun tak lagi bisa. Allaaaaah, sampai kapan aku begini? Apa aku harus menunggu semuanya hancur? Ah, rasanya ingin ditelan bumi saja. Tidak, jangan. Aku harus bertahan. Allah tidak suka orang yang berputus asa. Alangkah hinanya jika aku menyia-nyiakan anugerah kehidupan yang Dia beri.
Allah memang tidak tidur. Dia Maha Mendengar jeritan hamba-Nya, yang terdalam sekalipun. Satu waktu saat mudik, orangtuaku melihat benjolan di leherku dan menyarankan dia membawaku ke dokter. Benjolan yang lama sekali kuabaikan. Dia membawaku ke dokter, bolak-balik selama beberapa hari untuk rawat jalan. Naik motor selama satu jam ke Rumah Sakit rujukan tempatnya bekerja sampai bokong terasa panas dan kaki pegal. Dia membelikanku obat-obat herbal mahal yang tidak diganti biaya pembeliannya oleh kantor. Dia hampir setiap hari bertanya bagaimana keadaanku.
Ah, ternyata aku melihat kasih sayangnya begitu besar padaku. Dia tidak seperti yang ada di pikiranku selama ini. Aku hanya bermain-main dengan pikiran sendiri.
Ternyata, masalahnya bukan pada dia. Masalahnya adalah aku. Aku yang sungkan bertanya. Aku yang sungkan memulai. Aku hanya melihat dari sisi dia, tanpa menunjuk jari pada diri sendiri.
Melihat dirinya yang penuh perhatian, suasana kian nyaman, aku mulai membuka diri padanya. Berbagai tanyaku mulai mendapat jawabnya. Bahwa dia sedang mempersiapkan ujian profesinya hingga sering terlihat bermesraan dengan komputer, bahwa aku tak pernah memintanya membantu jaga anak-anak, bahwa dia sangat lelah dan ingin tiduran saja, dan sebagainya. Dinding tebal pemisah jarak antara aku dan dia harus mulai dirobohkan. Tak perlu sungkan karena aku dan dia adalah suami dan istri yang seharusnya saling menyayangi dan berbagi.
Kini, jika boleh kubilang cinta tak harus diucapkan. Jika suami istri telah melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik, dengan sendirinya cinta mengikuti. Aku harusnya tahu itu kala dia bacakan janji nikah di depan penghulu sembari berurai air mata. Tentu berat bagi seorang lelaki sederhana seperti dia menerima wanita asing yang harus dia bimbing, dia sayang, dia nafkahi. Belum lagi seorang lelaki muslim harus bertanggungjawab pada orangtuanya yang kini tinggal ibu saja.
Kini, aku hanya ingin memupuk cinta ini supaya bersemi indah, menularkan bahagia pada buah hati dan semesta. Dan aku hanya perlu bicara. Ya, bicara segera jika hendak berbagi. Kumohon, dia juga ajaklah aku bicara jika ingin berbagi. Dan lamat-lamat kuucapkan doa pada Yang Maha Mendengar, "Rabbisrohli shadri wa yassirli amri wahlul 'uqdata millisaani yafqoku kauli". Ya Allah. Lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku dan lancarkanlah lidahku agar mereka memahami perkataanku. Aamiin.
Untuk Mba Uniek yang sedang merayakan ultah pernikahan, kuucapkan selamat berbahagia. Semoga perjalanan cintamu sakinah , mawadah, warahmah.
Kisah pernikahan ini diikutsertakan pada Giveaway 10th Wedding Anniversary by Hearth of Mine.
Kadang cinta yg tak diucapkan itu lebih dalam makna n rasanya yaa, ketimbang yg cuma diucapkan :)
ReplyDelete:)
Deletecinta yg tidak terucap justru lebih menghanyutkan, :)
ReplyDeletesukses GA nya, mak
Makasih mba:)
Delete