Dear Son: Sebuah Catatan tentang Anak Lelakiku
#Dear Son,
Dua bulan setelah menikah dengan ayahmu, umi dinyatakan positif mengandungmu. Ada rasa syukur pada-Nya karena anugerah ini, juga khawatir apakah umi sanggup mengemban amanah ini mengingat umi sedang menyelesaikan skripsi dan harus bolak-balik Jakarta-Bandung selama penggarapan skripsi ini.
Ayahmu tercenung saat umi menyampaikan berita bahagia ini, tak ada komentar. Entah apa yang ada di pikirannya. Mungkin khawatir tentang biaya hidup yang akan semakin besar, mungkin sedang berfikir rumah yang nyaman untuk si jabang bayi, entahlah. Umi hanya bisa meyakinkannya untuk bersyukur atas titipan-Nya, tak semua orang mendapat kesempatan ini dan bukankah tujuan setiap pasangan menikah adalah untuk memiliki anak?
#Dear Son,
Seperti semua mama hamil lain, umi pun mengalami morning sickness. Setiap pagi, makanan yang dimakan dimuntahkan lagi. Tapi umi tak pernah menyerah, meski sedikit-sedikit umi terus makan supaya ada asupan nutrisi untukmu.
Untunglah morning sicknessnya tak lama, hanya trimester pertama. Pada usia empat bulan dirimu dalam kandungan, umi menjalani sidang skripsi. Alhamdulillah, umi mendapat nilai A. Alhamdulillah, umi telah menuntaskan janji pada orangtua umi, kakek nenekmu, untuk segera menyelesaikan pendidikan. Kamu telah menjadi pendorong semangat umi, nak. Terimakasih sayang.
#Dear Son,
Perut umi semakin besar kala itu. Tapi hanya sesekali tendangan kakimu terasa. Saat mendekati persalinan pun tak terasa kontraksi sedikit pun. Akhirnya dirimu harus dikeluarkan dari rahim umi secara cesar karena panggul umi sempit. Padahal umi sudah jalan-jalan tiap pagi, nungging-nungging tiap habis shalat, agar bisa melahirkan normal. Tapi untuk keselamatanmu, operasi adalah sebuah jalan keluar terbaik.
Maka pada 3 Mei 2007 datanglah kamu ke dunia ini dengan berat 2,9 kg. Kakekmu mengumandangkan adzan di telinga kananmu dan iqomah di telinga kirimu, saat itu ayahmu sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Tujuh hari kemudian, rambutmu digunduli untuk menghilangkan semua kotoran dan dua ekor kambing dipotong untuk dibagikan dagingnya dalam upacara aqiqahmu.
#Dear Son,
Dua minggu setelah kamu lahir, ayah dan umi memboyongmu kembali ke Jakarta. Memang umi memilih melahirkan dekat orangtua dengan pertimbangan banyak saudara yang akan membantu menjelang dan setelah melahirkan. Apalagi ayahmu sibuk dengan pekerjaan, kadang ditugasi ke luar kota. Waktu itu umi masih sering merasa kesakitan pasca operasi dan belakangan diketahui saat operasi kedua untuk melahirkan adikmu bahwa ada perlengketan di rahim atau apalah namanya..umi tak mengerti. Yang jelas berbulan-bulan setelah melahirkanmu terkadang rasa perihnya masih terasa. Tapi tentu saja, kebahagiaan memilikimu menyingkirkan semua rasa sakit itu.
#Dear Son,
Dengan pengetahuan dan pengalaman yang minim, umi berusaha merawat dan menjagamu. Waktu bayi, setiap terkena batuk pilek nafasmu selalu menimbulkan bunyi. Kata dokter, itu gejala asma. Usia dua tahun kurang, kamu dilarikan ke Rumah Sakit karena demam tinggi, mencapai 40 derajat. Usia tiga tahun kamu dilarikan ke klinik karena loncat-loncat di kasur dan menabrak lemari sehingga dahimu sobek dan harus dijahit sebanyak enam jahitan. Usia empat tahun kamu dirawat di rumah sakit lagi karena gejala ISPA. Sekarang usiamu enam setengah tahun dan insya Allah kamu sehat selalu :).
#Dear Son,
Usiamu empat tahun lebih saat adikmu lahir. Kamu sangat senang. Kamu ikut menunggui umi di rumah sakit. Umi merasa lega kamu tidak rewel saat menginap dengan sepupumu, karena kamu tidak bisa ikut menginap di rumah sakit. Umi merasa bersalah karena tak bisa lagi memberimu perhatian penuh. Andai saja bisa dibelah raga ini, masing-masing untukmu dan adikmu. Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Dengan menahan perasaan di dada, umi sering memohon padamu untuk meminta waktu sebentar saat umi sedang mengurusi adik dan kamu minta bantuan. Umi seperti memaksamu untuk tumbuh dewasa. Oh tidak, semoga tidak demikian.
#Dear Son,
Di usiamu yang masih enam setengah tahun ini, kadang kamu masih saja tak percaya diri di kelas, sering menangis jika terlambat mengerjakan latihan atau jika terlambat mendapat tempat duduk yang diinginkan di tempat les mengaji atau jika rebutan mainan dengan adik. Terkadang umi bertanya pada diri sendiri. Apakah umi telah salah menjagamu?
Ya, mungkin umi yang salah. Mungkin umi yang terlalu banyak berharap. Padahal seharusnya umi sedikit santai. Sahabat Rasul, Ali RA berkata, "Tujuh tahun pertama, perlakukan anakmu bagai raja. Tujuh tahun kedua perlakukan anakmu seperti tawanan (dalam pendidikan). Tujuh tahun ketiga, perlakukan anakmu seperti sahabat." Ya, kamu masih dalam fase dimanja-manja seperti raja. Umi harusnya lebih mengerti itu.
#Dear Son,
Umi terharu dan geli saat kau mencoba menenangkan adikmu yang menangis. "Ssh..sudah jangan nangis. Tarik nafaas, keluarkan.." Walau mungkin adikmu belum mengerti jika disuruh tarik nafas, tapi setidaknya dia mengerti untuk tidak menangis.
Kamu juga terkadang memaksa mau membantu umi cuci piring. Walau umi tahu itu hanya salah satu caramu agar bisa main air. Lihat saja, lantai dapurnya jadi banjir begitu kamu selesai. Jadi ingat perkataan polosmu saat itu, "Kakak senang jadi pembantu umi." Umi tersenyum dan memperbaiki ucapanmu. "Maksud kakak senang membantu umi?" Iya, jawabmu.
#Dear Son,
Rasanya umi sudah membayangkan seperti apa dirimu kelak mengingat passionmu saat ini. Mungkin menjadi ahli IT karena kamu suka otak-atik Ipad ayah, mungkin ahli desain karena kamu suka corat-coret, dan seterusnya. Menjadi apapun dirimu, umi ingin akhlak baik senantiasa ada dalam dirimu. Di setiap doa umi pasti ada namamu. Semoga kamu senantiasa dikaruniakan kesehatan, ilmu yang manfaat, akhlak yang mulia, rejeki yang halal, dan (kelak) pendamping yang paling mengerti dirimu. Amiiin.
Semoga menjadi anak sholeh : Menjadi apapun dirimu, umi ingin akhlak baik senantiasa ada dalam dirimu. Di setiap doa umi pasti ada namamu. Semoga kamu senantiasa dikaruniakan kesehatan, ilmu yang manfaat, akhlak yang mulia, rejeki yang halal, dan (kelak) pendamping yang paling mengerti dirimu. Amiiin....sukaa mak doanya. amin.
ReplyDeleteAmiin..makasih mak
ReplyDeleteCerita awalnya nih dulu dicurhatin Nia ke aku yaa... sekarang Zaidan jd anak yg manis :-)
ReplyDeleteHehe iya..iya udah 6,5 thn.aja.kebayang ela 3 anak cowok semua pasti rrammmme..
Delete