Aku MOVE ON Demi Anak-anak
Sudah hampir tiga tahun ini setelah keluar dari pekerjaan dan melahirkan buah hati kedua, saya tidak memakai jasa Asisten Rumah Tangga. Bukan gaya-gayaan, sok kuat, sok super, tapi memang ini pilihan yang saya buat untuk efisiensi. Saya ingin anak sekolah di tempat yang berkualitas yang tentu nya biaya nya tidak sedikit. Apalagi saya baru melahirkan anak kedua waktu itu yang tentunya menambah pengeluaran rumah tangga. Maka saya mengalah dana ART dialokasikan untuk menambah dana sekolah anak.
Pekerjaan ini sangat menyenangkan dan memang saya sangat harapkan ketika masih bekerja di luar rumah. Mengurus rumah dan keluarga dengan tangan sendiri. Rasanya luar biasa melihat tumbuh kembang anak tiap harinya, mengatur rumah, memasak makanan kesukaan anak. Suatu berkah tiada duanya dan waktu yang sangat berharga yang jarang didapat ketika masih bekerja.
Ya, ini menyenangkan...pada awalnya. Lalu saya tidak tahu setelah berapa lama saya mulai 'merasa' kewalahan. Pagi buta saya bangun, mencuci, mengepel, memasak, menyusui, memandikan dan menyuapi anak, mengantar dan menjemput anak, memasak, menyusui lagi, sorenya antar jemput anak lagi pergi ngaji, ngajak main anak, menemani suami, menidurkan ansk, hhhh...rasanya pekerjaan tidak pernah berakhir. Setiap orang yang berpapasan menanyakan kenapa saya jadi kurus. Anehnya saya merasa baik-baik saja atau...berpura-pura tak ada masalah? Entahlah. Saya baru merasa ketakutan saat menemukan banyak rambut saya yang rontok. Di lantai, di kamar mandi, di sapu, saya bisa menemukannya dengan mudah. Dalam sudut kecil hati saya ada rasa takut, takut botak hihi. Beneran! Kan kalau botak nanti tidak enak lagi dilihat suami. Ups.
Bukan itu saja, saya mulai tidak bisa mengontrol emosi. Sedikit persoalan dengan suami, langsung marah-marah. Kadang-kadang anak yang tidak tahu apa-apa jadi sasaran omelan. Duh maafkan ummi nak.
Saya mulai sering liglung karena mengerjakan banyak pekerjaan dalam satu waktu. Pernah saya meninggalkan kompor dalam keadaan menyala sampai minyak gosong, sayur gosong, air menyusut, karena sambil mengerjakan hal lain. Pernah saya meninggalkan rumah antar anak ngaji dalam keadaan pintu terbuka atau kunci masih tergantung di pintu. Alhamdulilah Allah masih menjaga, tidak terjadi apa-apa.
Saya ingin sekali menangis waktu itu tapi keluar airmata pun tidak bisa. Tak ada waktu menangis karena saya harus melakukan ini itu. Rasanya saya ingin ditelan bumi saja agar keluar dari situasi itu. Apa yang terjadi dengan saya ya Allah?
(Ilustrasi dari sini)
Saya harus berbuat sesuatu. Ini tidak bisa dibiarkan, akan merusak diri dan keluarga. Karena tidak punya keberanian dan dana untuk pergi ke psikolog/psikiater, saya mencari tahu sendiri permasalahan saya. Menurut mbah google, saya ini depresi. Menurut sebuah artikel di FB rambut rontok memang biasa terjadi pada ibu baru melahirkan karena pengaruh hormon. Menurut teman saya butuh dukungan saja. Menurut suami, saya mengalami gangguan emosi. Hhh...semua jawabannya mungkin benar dan mungkin salah. Yang jelas ada yang harus diperbaiki disini.
Pertama, memang setelah melahirkan anak kedua ini saya merasa ibadah kurang maksimal karena malah sibuk mengurus keluarga. Solat cepat-cepat karena bayi keburu nangis, baca quran jarang karena pekerjaan RT menunggu, solat malam sambil memikirkan cucian, dan sebagainya. Padahal tetap bersama-Nya adalah asupan mental paling utama dan meluangkan waktu untuk itu adalah KEHARUSAN. Maka mulailah saya dengan terseret-seret memperbaiki diri.
Yang kedua adalah manajemen waktu. Saya menyadari saya harus mengurangi istirahat saya karena semakin besarnya tanggungjawab. Maka saya bangun pagi sekali untuk memulai aktivitas. Ngantuk memang, dan saya mulai menenggak kopi untuk mengatasinya.
Ketiga, komunikasi saya dengan pasangan kurang. Saya sungkan menceritakan keluh kesah saya karena takut membebaninya. Inilah yang justru membuat saya makin merasa tertekan dengan situasi 'kesepian diantara keramaian'.
Puncak dari permasalahan ini adalah saat saya dinyatakan dokter terkena infeksi kelenjar getah bening, saat suami terdeteksi darah tinggi, saat perselisihan kecil dengan suami menjadi besar. Bukan tidak mungkin kan, penyakit fisik yang kami hadapi berasal dari penyakit psikis yang belum diselesaikan.
Tapi itu dulu, sekarang saya berusaha untuk MOVE ON, tak mau terjebak dengan situasi yang membuat depresi dan merugikan banyak orang terutama anak-anak. Ya, anak-anak. Mereka tak berdosa. Jalan hidup Mereka masih panjang. Sangat tak adil jika mereka memiliki Kenangan buruk tentang rumah yang membesarkan mereka.
Maka mulai lah saya melakukan langkah-langkah untuk MOVE ON:
- Berusaha semakin dekat dengan-Nya lewat ibadah-ibadah saya.
- Kadang-kadang biarkanlah pekerjaan rumah tak sempurna. Berantakan karena mainan anak-anak, tak sempat masak, dan lain-lain. Dengan semakin besar usia Zaidan, dia Sudah bisa diminta tolong membereskan sendiri mainannya. Catering langganan pun tinggal di-sms mau pesan apa dan makanan siap diantar ke rumah.
- Untuk masalah kesehatan alhamdulilah saya Sudah mengurangi konsumsi kopi dari dua menjadi satu cangkir sehari. Baca tulisan saya yang ini. Saya juga banyak minum air putih, buah dan sayur.
- Karena mobile saya terbatas (tak bisa mengendarai Mobil/motor dan harus bawa anak kedua yang sekarang usianya 2,5 tahun kemana-mana), maka anak pertama naik antar jemput dari sekolah. Walau harus menambah biaya untuk jemputan ini, namun lebih aman untuk keduanya dan menghemat waktu dan tenaga saya yang harus melakukan hal lain selain antar jemput anak.
- Mencari kegiatan yang bisa mengalihkan emosi saya, diantaranya menulis. Saya sering melihat Sahabat Leyla Hana yang posting tentang KEB. Maka saya memberanikan diri untuk menjadi anggota. Saya berfikir menulis di blog adalah langkah yang bagus untuk berlatih menulis. Saya juga terinspirasi Bapak BJ Habibie yang menulis buku tentang Ibu Ainun salah satunya sebagai langkah Terapi mengatasi kesedihannya. Maka mulailah saya bergabung dengan Komunitas menulis seperti KEB, WB dan BAW. Bonus lainnya dari ikut komunitas adalah banyak memiliki teman dan kadang-kadang dapat Hadiah dari lomba. Alhamdulillah:).
Jauh dan bangun adalah ritme kehidupan manusia. Tapi jangan sampai ketika kita jatuh tak mau bangun lagi. Rasulullah SAW juga Sudah mengingatkan untuk tidak jatuh ke lubang yang sama. Artinya, ketika sudah terkena satu ujian, mudah-mudahan tidak ada lagi ujian yang sama karena kita Sudah belajar mengatasinya.
Ujian adalah makanan kehidupan manusia, bentuk Kasih sayang-Nya dalam menempa mental manusia. Menangislah, teriaklah, saat ujian datang. Setelah itu...MOVE ON. Hidup harus berlanjut. Apa yang akan terjadi lagi di depan sana, yuk hadapi dengan senjata doa dan ikhtiar.
Ayo bangkit generasi MOVE ON! Ikutan BIRTHDAY GIVEAWAY MOVE ON yuuuuuk.
Setuju mak, ayoo...kita MOVE ON *ngomong sama diri sendiri*
ReplyDeletesalam kenal ya mak... :)
Ayo mak..Salam Kenal juga:)
Deleterepot pasti ya Mak, sama duo krucilnya :D
ReplyDeletesukses untuk GAnya Mak ^^
Repot memang mak..tapi semakin besar waktu mereka banyak di luar rumah.jadi skarang berusaha menikmati masa kebersamaan ini..:)
DeleteDemi anak2 kita memang hrs berani move on ya mak...sesibuknya menjadi ibu namun bila tdk ada campur tangan pembantu rasanya puas ya mak, artinya kita bisa menikmati hasil kerja keras sebagai seorang ibu
ReplyDeletesukses untuk GA-nya ya mak
Iya mak lebih puas walau repot dan mengurangi penyakit hati yg lain. Wktu ada mbak ko kurang ini kurang itu mau marah kasian jadi malah dipendam.anak2 jg lbh dekat ayahnya wkt ada mba nitip anak ke mba:)
DeleteDr postingan ini saya jd tahu gmn keseharian istri saya, dengan 2 balita kami. Hm... musti sering2 refreshing kali ya?
ReplyDeleteIya pak..istri kalo dibantu cuci piring dan diajak ngobrol aja udah senang :D
DeleteSenasiiib mak padahal anak fenny baru satu, hehe
ReplyDeleteBtw...anak2nya cakep koq. Terima kasih sudah berpartisipasi. "Anda berhasil MOVE ON!" ;)
Eh dikunjungi sohibul giveaway..makasih mak.mudah2an move on terus
DeleteSama juga denganku, Nia, klo aku gak bisa nulis beberapa hari, langsung deh bertanduk. Soalnya itu jadi terapi jiwaku ngadepin kerepotan urusan rumah tangga :D
ReplyDeleteIyaya..gausah ke psikolog ya berarti :D
DeleteHidup MOVE ON ! :) Salah satu caranya dengan memperbanyak syukur ya mak, banyak banget orang yang tak seberuntung kita dalam hidup.. Punya suami, anak-anak, rezeki buat hidup sehari-hari, tempat tinggal, kesehatan, itu semua hal-hal indah kan mak :)
ReplyDeleteAlhamdululah iya mak..selalu melhat ke bawah ya mak biar tambha syukur:)
Deletedaku tidak sendiri ternyata. tfs mak.
ReplyDeleteSemangat mak!
Delete