Suara Bising Itu
Kakak beradik ini, kalau sudah ngumpul pasti rame. Siapa lagi kalau bukan Zaidan dan Raissa, dua buah hati saya. Seperti halnya semalam. Saat jam menunjukkan angka mendekati delapan, Raissa sudah mulai terlihat mengantuk. Tapi, begitu kakaknya datang dari mesjid, matanya langsung 'melotot', badannya langsung segar lagi. Ajaib. Mereka berdua langsung membuat keributan di dalam kamar. Melompat-lompat di atas kasur, berkejaran sambil berteriak, dan semacamnya. Tanda-tanda datangnya 'tamu' membuat badan saya pegal dan kepala pening mendengar kebisingan ini.
Saya keluar kamar meninggalkan mereka berdua, mengambil sepotong roti dan mengunyahnya sambil duduk. Dua bocah itu emngekor dan duduk di depan saya. "Umi sedih?" tanya Raissa. Saya menggeleng. "Nih, minum." Raissa menyodorkan kepalan tangannya membentuk gelas. Hihi, duh lagi lemes begini jadi pengen ketawa. Saya tersenyum dan menghirup air bohongan yang ia sodorkan. Setelah itu, Raissa joget-joget sambil menggoyangkan pantat di depan kakaknya yang sedang makan roti. Kakaknya pun terpingkal-pingkal.
Kami masuk kamar lagi. Saya ajak mereka membaca buku. Mereka tak memperhatikan saya. mereka asyik lagi main tembbak-tembakan berdua. Saya pura-pura tertidur. Mereka tak juga mengikuti saya. Mm..pasti ini akan berakhir dengan salah satunya menangis atau marah. Biasanya begitu. Eh..benar saja. Tak lama Raissa menangis karena sang kakak tak suka kertas karton untuk tugas sekolahnya jadi penyok di tangan Raissa.
Saya minta Zaidan menyimpan kartonnya. Saya minta mereka maaf-maafan, tak mau. Saya minta mereka baca buku, apalagi. Saya minta mereka tidur, boro-boro. Lalu saya ajak mereka menelepon ayah mereka yang sedang DL (Dinas Luar). Akhirnya mereka mau. Raissa pun berhenti menangis. Apakah setelah itu mereka tertidur? Tidak. Mereka meneruskan mainnya, berteriak, loncat-loncat, dan sebagainya.
Saya biarkan mereka sejenak dengan kegembiraannya. Saya nyalakan murottal. saya biarkan diri saya menyerah pada keriangan mereka malam ini. Sampai...suara mereka tiba-tiba melemah dan saya terbangun dari (hampir) tidur. Mereka rupanya sudah lelah. Raissa minta diusap punggungnya agar segera tertidur. Kakaknya pun mulai terlelap tak jauh dari saya.
Ya Allaaah..suara bising itu adalah mutiara saya. Saat bising saja kadang saya menahan emosi. Tapi saat sepi pasti saya mencari. Ya Allah, suara bising itu adalah belahan jiwa saya. Jaga dan lindungi mereka.
Lamat-lamat, dari dinding di belakang dan samping rumah, saya pun mendengar riuh rendah suara anak-anak. Ah, saya tak sendiri kok.
Saya keluar kamar meninggalkan mereka berdua, mengambil sepotong roti dan mengunyahnya sambil duduk. Dua bocah itu emngekor dan duduk di depan saya. "Umi sedih?" tanya Raissa. Saya menggeleng. "Nih, minum." Raissa menyodorkan kepalan tangannya membentuk gelas. Hihi, duh lagi lemes begini jadi pengen ketawa. Saya tersenyum dan menghirup air bohongan yang ia sodorkan. Setelah itu, Raissa joget-joget sambil menggoyangkan pantat di depan kakaknya yang sedang makan roti. Kakaknya pun terpingkal-pingkal.
Kami masuk kamar lagi. Saya ajak mereka membaca buku. Mereka tak memperhatikan saya. mereka asyik lagi main tembbak-tembakan berdua. Saya pura-pura tertidur. Mereka tak juga mengikuti saya. Mm..pasti ini akan berakhir dengan salah satunya menangis atau marah. Biasanya begitu. Eh..benar saja. Tak lama Raissa menangis karena sang kakak tak suka kertas karton untuk tugas sekolahnya jadi penyok di tangan Raissa.
Saya minta Zaidan menyimpan kartonnya. Saya minta mereka maaf-maafan, tak mau. Saya minta mereka baca buku, apalagi. Saya minta mereka tidur, boro-boro. Lalu saya ajak mereka menelepon ayah mereka yang sedang DL (Dinas Luar). Akhirnya mereka mau. Raissa pun berhenti menangis. Apakah setelah itu mereka tertidur? Tidak. Mereka meneruskan mainnya, berteriak, loncat-loncat, dan sebagainya.
Saya biarkan mereka sejenak dengan kegembiraannya. Saya nyalakan murottal. saya biarkan diri saya menyerah pada keriangan mereka malam ini. Sampai...suara mereka tiba-tiba melemah dan saya terbangun dari (hampir) tidur. Mereka rupanya sudah lelah. Raissa minta diusap punggungnya agar segera tertidur. Kakaknya pun mulai terlelap tak jauh dari saya.
Ya Allaaah..suara bising itu adalah mutiara saya. Saat bising saja kadang saya menahan emosi. Tapi saat sepi pasti saya mencari. Ya Allah, suara bising itu adalah belahan jiwa saya. Jaga dan lindungi mereka.
Lamat-lamat, dari dinding di belakang dan samping rumah, saya pun mendengar riuh rendah suara anak-anak. Ah, saya tak sendiri kok.
anak - anak sukanya berisik, tapi ngangenin :D
ReplyDeleteBetullllll banget mak..
DeleteMak, tak bisikin yaaa...kalo mereka udah pada gede, kayak anak2ku...kita bakalan kangen suara berisik mereka...sueeerrrr !!!!
ReplyDeleteIya mak..yg besar di sekolah 7 jam rumah sepiiii
Delete