Bapak, Si Tukang Memperbaiki
Sudah beberapa hari ini kacamata
saya ‘bergoyang-goyang’. Mungkin mur-nya kendor, mungkin juga karena hal
lainnya. Ah, kenapa saya tiba-tiba teringat bapak. Kalau melihat hal ini, bapak
pasti langsung ambil perkakas dan memperbaiki yang rusak. Kalau sedang di rumah
saya, bapak pasti tak pernah duduk diam. Dia memperbaiki jemuran saya yang
mulai patah. Dia mengikat bagian yang patah dengan tali rafia sehingga jemuran
menjadi kokoh. Bapak mencabuti rumput-rumput di depan rumah yang mulai
memanjang. Bapak mengikat pisau dapurku dengan tali rafia agar pegangannya
kuat, lalu mengasahnya. Bapak jarang merepotkan ibu. Kalau ada yang bisa beliau lakukan sendiri, beliau lakukan. Ah bapak, si tukang memperbaiki yang sangat saya
idolakan.
Waktu kecil, pernah terbesit di
pikiran, ingin memiliki suami seperti sosok bapak yang suka bikin ketawa dan
penolong. Lalu, saya sadar setiap orang memiliki keistimewaan yang berbeda.
Satu hari saat saat saya tertimpa masalah sehingga saya mempertanyakan, “kok
dia begini saya tidak, kok mereka begitu dan saya tidak”, kakak saya lalu
berkata, “Jangan sama ratakan setiap orang karena kondisi setiap orang berbeda.
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.” Begitu kira-kira
katanya.
(Bapak saat Ramadhan tahun ini, menyiapkan ta'jil untuk keluarga)
Maka saya pun harus selalu siap
dengan berbagai kondisi yang berbeda di luar zona nyaman saya. Saya sudah
menikah dan memiliki dua buah hati, serta tinggal jauh dari bapak dan ibu. Saya
harus mandiri dan tidak bergantung pada pertolongan bapak, walau pada
kenyataannya dalam hal tertentu yang mendesak akhirnya minta tolong juga.
Seharusnya giliran saya yang menolong dan membahagiakan mereka, walau seringnya
saya sibuk sendiri dengan keluarga kecil ini. Duh, maafkan saya bapak, ibu.
Beberapa hari kemarin, lampu kamar mandi mati, tiba-tiba teringat bapak juga. Thanks to technology. Ada alat untuk mengganti lampu tanpa saya harus menyeret kursi atau lemari agar bisa menjangkau lampu. Seharusnya saya sudah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini. Bukankah waktu kecil saya juga hobinya naik pohon? Hihi. Pokoknya, selamat hari ayah nasional. Seharusnya kemarin saya ucapkan ya pak. Tapi berhubung internet kemarin mati, baru bisa sekarang. Mudah-mudahan Zaidan dan Raissa juga bisa berbangga hati memiliki kami sebagai orangtuanya, seperti saya bangga memiliki orangtua seperti bapak.
Memang, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan semoga Zaidan dan Raissa bangga punya orang tua yang (mungkin) masih banyak kekurangannya.
ReplyDeleteaamiiin..:)
DeleteWaktu aku kecil, bapak yg selalu meraut pensil, menyampul dan menamai buku-buku, menyiapkan seragam, sepatu. Setelah dewasa, bapak masih menyiapkan menu istimewa tiap aku mau datang. Huhuhu jd kangen bapak. Bersyukur bapaknya mak kania masih ada. Aku cuma bs kirim doa dan menatap fotonya :'(
ReplyDeleteSemoga bapaknya mak bahagia di sisi Tuhan ya ..
Deleteakuu jadi inget papa :( bahkan tadi malam mimpi buruk bangeett.. papa meninggal, bangun2 aku langsung istighfar. pas ngeliat papa selesai mandi rasanya legaaa banget. alhamdulillah beliau masih diberi kesehatan.
ReplyDeleteUntung cuma mimpi ya mba..
Delete