Ibu, Samudera Cinta Yang Tak Terbantahkan

Bicara tentang ibu, tak lepas dari berbagai fakta tentang cinta dan kasih sayang, rasa nyaman dan kesabaran. Saya ingat betul. Saat usia pra sekolah, saya tidur berdua dengan adik. Karena adik saya laki-laki, ibu memisahkan kami dengan sebuah bantal guling. Kadang ibu menemani tidur, kadang setelah kami tidur ibu pindah ke kamarnya. Kalau ibu tidur di samping saya, saya suka menyelusup ke dada ibu. Rasanya nyaman dan aman sekali. Bahkan sampai besar (kecuali setelah menikah), saya suka sekali tidur dengan kepala menempel di paha ibu. Kalau ibu sedang tiduran, tak tahan rasanya untuk tak ikut tiduran. Kepala saya langsung nempel di paha atau pantat ibu. Apalagi badan ibu gemuk, makin asyik saya 'gangguin' ibu. Pantas saja, Raissa dan Zaidan maunya nempel saja sama saya. Zaidan yang usianya sudah 7 tahun masih ingin digendong atau dipangku. Mereka mungkin menemukan rasa nyaman seperti saya pada ibu. 

Waktu usia SMP, pernah saya ngambek pada ibu, ingin dibelikan tas kain yang sedang nge-tren saat itu. Ibu membiarkan saya mengunci diri di kamar. Saya tak mau keluar, tak mau makan. Semua itu demi gaya-gayaan, mengikuti teman-teman. Esok harinya ibu terpaksa membelikan tas yang saya inginkan. Hhh, tak terbayangkan jika anak saya yang ngambek seperti itu. Sudah saya cubit, barangkali. Mudah-mudahan anak-anak saya lebih soleh dan solehah dari orangtuanya.
Malam selepas Isya, saya biasanya belajar lalu menonton televisi. Ibu datang dari ruang makan dengan semangkuk sayur kacang atau sayur daun singkong. "Neng, sayur masih ada nih. Sini amih suapin" Begitu kira-kira katanya. Saya pun tak banyak kata membuka mulut, siap menyantap sayur kesukaan. Lain waktu, ibu mengupas mangga lalu meletakkannya di tengah karpet. Saya, kakak dan adik pun tinggal menikmati saja. Untuk bapak, biasanya disimpan di piring khusus. Itulah ibu. Anaknya sudah besar pun disuapi. Sayang kalau makanan terbuang, mungkin begitu pikirnya. Kini saya pun meniru ibu. Saat makan malam bersisa, saya tawarkan pada Zaidan dan Raissa. 

Saat saya melahirkan anak kedua, ibu datang menemani saya melahirkan. Ibu membantu saya merawat bayi saat saya belum pulih betul setelah operasi. Zaidan yang cemburu melihat adik Raissa di gendongan ibu, menarik-narik kerudung ibu, memukul dan menendangnya. Kesabaran ibu diuji saat menghadapi cucunya, sampai ibu berkata, "Amih nggak mau ke sini lagi, nggak betah!' Nyatanya, dia kembali ke sini, ke rumah saya, menengok anak dan cucu yang dikasihinya. Kunjungan terakhirnya adalah sebulan lalu setelah ayahnya anak-anak operasi batu ginjal. 

 (Raissa dan ibu saya saat lebaran Idul Fitri tahun ini)

Begitulah ibu, dia adalah samudera cinta yang tak terbantahkan. Walau anak sudah besar, kadang masih saja 'disuapi'. Walau anak pernah khilaf, tetap disayang. Walau anak sudah berkeluarga, tetap dirindu.

Ibu Juga Manusia, Ada Saat Dimana Imannya Menurun 


Saya suka kesal kalau ibu menyuruh saya berdandan dan berpakaian yang pantas. Wajar sih, sebagai anak perempuan satu-satunya, beliau mungkin ingin saya tampil cantik. Yah, mau bagaimana lagi, saya tak suka dandan. Kalau sudah suka dengan pakaian atau barang tertentu, akan saya pakai terus sampai butut.

Jadi ingat cerita yang disampaikan guru ngaji saya saat saya masih mengontrak di daerah Jakarta Selatan. Dia bertanya pada anaknya, "Apa cita-citamu?". Si anak menjawab bahwa dia ingin jadi ibu rumah tangga saja agar bisa fokus pada keluarganya. Ternyata si anak memiliki kenangan yang buruk saat ibu harus meninggalkannya untuk mencari nafkah. Sang ibu pun, guru ngaji saya, memeluk anaknya dan minta maaf. Dia berjanji akan memberikan banyak kenangan yang indah untuk mengurangi kenangan yang buruk.

Ibu juga manusia. Kadang ia lelah sehingga imannya turun. Namun, seringkali lelahnya ibu hilang ketika melihat anak-anak yang diasuhnya tumbuh dan berkembang dengan baik, menjadi anak yang soleh dan pintar. Lelahnya terbayar dengan senyuman dan bakti anaknya.

Selalu Ingat Kebaikannya

Kalau kita melihat berbagai berita di televisi, koran atau media online, tak sedikit juga ibu yang berbuat jahat pada anaknya dengan cara membuang bayi yang baru dilahirkan, atau menyiksa dan membunuhnya dengan alasan ekonomi. Naudzubillah. Tentu saja kejahatan seperti tak bisa dibenarkan sampai ia bertaubat dengan sungguh-sungguh pada Tuhan. Kekeliruan kecil saja seperti memukul dan membentak akan membekas di hati anak, apalagi keburukan yang lebih besar. 

Jika kita memiliki kenangan buruk tentang ibu, ingatlah selalu kebaikannya. Ibu telah mengandung, melahirkan dan menyusui kita dengan susah payah. Allah memerintahkan kita berbuat baik pada ibu (dan bapak) dalam Alquran:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Hak ibu adalah amal baik kita sebagai anaknya. Doakan ibu, agar senantiasa sehat dan dalam hidayah Allah SWT. Doa anak yang soleh adalah salah satu doa yang mustajab. Saya (tentunya semua orang juga) ingin sekali berkumpul dengan ibu dan bapak kita kelak di hari akhir.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)

Ibu mengalami tiga hal yang cukup melelahkan yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, Allah memerintahkan untuk berbakti pada ibu terlebih dahulu dengan menyebut namanya tiga kali, baru kemudian bapak.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

 
 (Sumber gambar dari sini)

Bagaimana Cara Berbakti Pada Ibu

Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk berbakti pada ibu. Misalnya dengan tidak membuatnya sedih dan marah, buatlah ia tertawa, memberi keperluannya semampu kita, meneleponnya ketika kita jauh dari rumah, memijit kakinya, dan sebagainya. Di zaman Rasulullah SAW, ada seorang penduduk Yaman yang melakukan thawaf sambil menggendong ibunya. Dia bersenandung:

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

Penduduk Yaman itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Sungguh besar jasa ibu dalam melahirkan kita, sehingga sebesar apapun kebaikan kita tak akan mampu menandinginya. Allah SWT saja yang bisa membalas semua kebaikan ibu. 


Sumber referensi:  http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu.html

Comments

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  2. Bener banget mba, memang kasih ibu gak ada putus2nya.
    Aku juga ngerasain sekarang setelah jadi ibu2 :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya pengalaman jd ibu merupakan pelajaran agar qt berbakti pd ibu kita..

      Delete
  3. Kasih ibu sepanjang jalan ya, Mak. Sukses kontesnya ^^

    ReplyDelete
  4. Siip...artikelnya kumplit, mbak... Memang ibu adalah perwujudan kata CINTA itu sendiri ya... Sukses di kontes ini yaa...

    ReplyDelete
  5. semoga sukses lomba nya ya bu, inspiratif sekali tulisan ibu ini tentang seorang ibu ..

    ReplyDelete
  6. baca ini jadi inget mamah di bandung hikhiks...

    ReplyDelete
  7. ibu saya juga tinggal jauh di kuningan..

    ReplyDelete
  8. terharu baca postingan ini... semoga sukses kontesnya

    ReplyDelete
  9. Ibunda adalah wujud cinta yang tak pernah putus ya mak.
    Good luck untuk GA Pakde ya

    ReplyDelete
  10. Terharu mak,,berbakti pada ibu,,semoga selalu punya kesempatan untuk itu,,

    ReplyDelete
  11. aku terenyuh dengan kisahnya mak bersama ibu. ibu memang segala-galanya. gudlak ya GA nya :)

    ReplyDelete
  12. apapun.... utk kesenangan anak2nya, akan ibu beri ya mak...

    ReplyDelete
  13. kasih ibu.... Emang gak ada yang bisa membantah nya......, krena semua pasti mengakui kehebatan seorang ibu dlm mencurahkan kasihnya...

    ReplyDelete
  14. Memang tak akan pernah cukup bila kita ingin membalas kebaikan ibu kita ya mak.
    Jadi makin cinta sama ibuku.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Perhatikan Hal Ini Sebelum Bermain Badminton

Bermain Kartu UNO

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)