Kebersamaan di Rumah Selama Ramadan
Rumah adalah tempat kembali. Saya
setuju sekali dengan kata-kata ini. Rumah adalah tempat yang nyaman bagi ayah
setelah seharian ia bekerja di luar rumah. Tak heran, sesampainya di rumah ia
biasanya bersikap santai kayak di pantai hehe. Rumah juga tempat teraman bagi
anak dari bahaya pergaulan di luar rumah, dalam arti kiasan dan sesungguhnya.
Seburuk apapun dunia luar, jika sudah ada 'bekal' dari rumah berupa ilmu dan
kasih sayang maka ia akan mampu menghadapi apapun yang ada di luar rumah.
Rumah masa kecil saya nun jauh di
suatu desa di sebuah kota kecil di provinsi Jawa Barat. Memori masa kecil saya
tentang Ramadan selalu tentang kebersamaan di rumah. Makan sahur dan buka
bersama sambil mengobrol tentang segala macam, lalu pergi shalat tarawih
berjamaah di mesjid kecil belakang rumah yang diimami bapak. Apalagi kalau semua
anggota keluarga besar berkumpul, kebersamaan makin terasa dengan segala canda
dan tawa yang kami lakukan. Di hari-hari biasa, makan saja kadang kami
sendiri-sendiri.
Sekarang saya sudah punya
keluarga sendiri dan tinggal jauh dari orangtua di kota lain. Rasanya, saya pun
selalu punya harapan yang sama tentang Ramadan. Selain ingin meningkatkan
ibadah, juga ingin mendekatkan kami sekeluarga melalui kebersamaan yang jarang
dilakukan di hari-hari biasa.
Di bulan suci ini, kegiatan yang
hampir setiap hari kami lakukan bersama diantaranya:
Shalat bersama.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Shalat
berjamaah lebih utama 27 derajat dibandingkan shalat sendirian." (HR
Bukhari dan Muslim).
Ini ruang keluarga untuk shalat bersama |
Shalat itu adalah ibadah yang
jika dilakukan bersama bernilai pahala lebih seperti yang disebutkan hadist
Rasulullah SAW di atas. Apalagi di bulan Ramadan dimana ibadah dinilai
berlipat-lipat, tentu saja pahala yang didapatkan dari shalat bersama akan jauh
lebih besar. Insyaallah.
Shalat bersama kadang kami
lakukan di mesjid bersama jamaah yang lain, kadang di rumah, tergantung kondisi
saat itu. Memang bagi lelaki shalat berjamaah di mesjid lebih utama bahkan
sebagian besar ulama mengatakannya WAJIB bagi lelaki untuk shalat berjamaah di masjid.
Sebaliknya bagi wanita tidak ada kewajiban untuk shalat berjamaah di mesjid.
Sensasi shalat di berjamaah mesjid
saat Ramadan begitu berbeda dan selalu ngangenin. Bertemu saudara-saudara
seagama yang berbondong-bondong shalat ke mesjid, mendengar suara imam shalat
yang merdu dan membuat haru, adalah kesempatan langka yang hanya ada di bulan
Ramadan.
Jika kondisi tak memungkinkan bagi
kami sekeluarga untuk shalat berjamaah di masjid, misalnya ketika anak-anak
tidak memungkinkan dibawa ke mesjid karena sakit, maka saya harus ikhlas shalat
di rumah. Biasanya shalat di rumah dilakukan di ruang keluarga yang memang
sengaja tak dipasangi sofa atau kursi dan meja. Selain kami cuma punya satu set
kursi dan meja yang disimpan di ruang tamu, ruang keluarga yang hanya beralas
karpet bisa lebih leluasa untuk tempat anak bermain juga. Mainan anak-anak juga
disimpan di sebuah lemari di ruang keluarga agar kegiatan bermain terpusat di
sini.
Makan bersama.
Sekitar 4 tahun lalu sewaktu saya
baru pindah ke rumah yang ditempati sekarang, suami membeli sebuah meja makan
berkursi enam. Sementara kami di rumah cuma berempat. Saya sempat protes
sama suami karena meja makan itu jadi makan banyak ruangan di rumah. Namun sebagai pasukan biasa, saya akhirnya harus
ikhlas mengikuti pemimpin. Toh barang itu sudah dibeli, masa mau dikembalikan.
Rasanya kok tidak bersyukur dikasih pemberian sama Allah SWT. Saya berusaha
ambil positifnya. Meja makan itu jadi bisa menampung banyak barang. Makanan,
kotak obat, magic jar, dan perabotan
lain bisa berjejer di sana.
Ruang makan |
Semoga semakin dekat ^^ |
Namun meja makan itu jarang kami
duduki kecuali jika ada tamu. Kami lebih senang makan di lantai. Kaki kursi
yang lebar jadi agak susah untuk keluar masuk ke bawah meja. Meja yang besar
itu kami dekatkan ke dinding agar kami punya jalan yang memadai untuk lalu
lalang. Akibatnya binatang yang ada di rumah seperti cicak bisa dengan mudah
hinggap ke meja dan kursi dan meninggalkan kotoran. Fiuuh.
Tiba-tiba, empat hari sebelum Ramadan sebuah mobil bak terbuka berhenti di depan rumah. Dua orang lelaki mengangkut satu set meja makan berkursi empat. Waaa, rupanya bapak suami menukar meja makan kami dengan yang baru. Dari meja makan berkursi 6 menjadi berkursi 4!
Tiba-tiba, empat hari sebelum Ramadan sebuah mobil bak terbuka berhenti di depan rumah. Dua orang lelaki mengangkut satu set meja makan berkursi empat. Waaa, rupanya bapak suami menukar meja makan kami dengan yang baru. Dari meja makan berkursi 6 menjadi berkursi 4!
Lagi-lagi saya berusaha ambil
sisi positifnya. Dengan meja makan yang lebih kecil, ruangan bisa lebih terasa
luas dan saya bisa lebih kreatif menyimpan barang yang lain. Meja makan yang
lebih kecil bisa kita atur tidak terlalu menempel ke dinding sehingga cicak tak
terlalu mudah loncat ke meja makan. Kaki kursi yang ramping juga memudahkan untuk
masuk keluar kursi ke bawah meja sehingga tidak ada alasan bagi kami untuk tidak
memaksimalkan fungsi meja makan ini sebagai tempat makan bersama.
Ada yang bilang, jika senang jangan berlebihan begitupun jika sedih. Hadapi segala situasi dengan proporsional. Saya memang lebih suka meja makan berkursi empat karena lebih simpel, rapi, dan rumah terasa luas. Namun yang lebih tepat saya seharusnya bersyukur atas segala pemberian Allah SWT dengan perantara suami dan berharap meja makan ini benar-benar sesuai dengan fungsinya untuk makan bersama seluruh anggota keluarga. Dan yang pasti, semoga kami sekeluarga bisa makin dekat dengan makan bersama yang rutin dilakukan saat sahur dan berbuka.
Ada yang bilang, jika senang jangan berlebihan begitupun jika sedih. Hadapi segala situasi dengan proporsional. Saya memang lebih suka meja makan berkursi empat karena lebih simpel, rapi, dan rumah terasa luas. Namun yang lebih tepat saya seharusnya bersyukur atas segala pemberian Allah SWT dengan perantara suami dan berharap meja makan ini benar-benar sesuai dengan fungsinya untuk makan bersama seluruh anggota keluarga. Dan yang pasti, semoga kami sekeluarga bisa makin dekat dengan makan bersama yang rutin dilakukan saat sahur dan berbuka.
Ngabuburit.
Burit dalam bahasa sunda berarti
sore. Ngabuburit memiliki arti melakukan kegiatan di sore hari sambil menunggu
waktu berbuka. Rasanya, istilah ini
bukan milik orang sunda saja sekarang. Saya sering mendengar orang bukan sunda
juga mengucapkan ini untuk mengartikan sebuah kegiatan menunggu waktu berbuka.
Waktu jaman masih ABG
(cieee..:P), saya suka diajak teman ngabuburit dengan jalan-jalan menyusuri
desa demi desa. Tujuannya tentu saja bukan jelajah alam, melainkan mencari
perhatian ABG cowok!! Huh, kelakuan masa muda. Maafkan Ya Allah. Semakin lama
semakin besar dan semakin bertambah ilmu agama, saya makin malu kalau
jalan-jalan sekedar mencari perhatian orang lain. Saya lebih senang ngabuburit
di rumah bersama keluarga. Biasanya yang kami lakukan adalah menonton televisi,
membaca Alquran atau buku, dan sebagainya.
Sekarang pun di keluarga kecil
saya, saya ngabuburit di rumah saja (kecuali jika sedang ada dalam perjalanan,
lain soal). Biasanya kami melakukan ngabuburit dengan bermain dan bercanda
bersama, membaca bersama, menonton film bersama di youtube (televisi kami rusak
jadi kami lebih banyak memanfaatkan internet sekarang), membuat ta’jil bersama,
atau sekedar mengobrol ringan tentang segala hal.
Ruang depan untuk menerima tamu |
“Kak, ayo..katanya mau bantu umi
bikin es buah” Ajak saya suatu sore di Ramadan hari kedua pada si sulung
Zaidan. Si sulung pun mendekati saya yang sedang bersiap menuangkan sirup dan
susu ke kotak berisi buah-buahan yang sudah dipotong. “Ng…ngga ah, ngga jadi.
Umi aja, nanti kaka haus” Jawanya setelah melihat ke arah kotak buah itu. Hihi,
dia takut tergoda rupanya.
Di awal-awal puasa, di waktu
sore, Zaidan lebih suka leyeh-leyeh di bagian
rumah pavoritnya yaitu kamar tidur. Seringkali ia bertanya, jam berapa
sekarang, berapa lama lagi waktu berbuka. Suatu sore, sambil tiduran dia
bertanya berapa lama lagi waktu berbuka.
“Dua jam lagi. Kenapa? Haus?”
Tanya saya. Zaidan mengangguk.
“Ya udah, minum aja, gapapa. Kata
saya. Kasian juga lihatnya, lemes begitu. Dia kan belum wajib berpuasa
sebenarnya.
“Tapi nanti batal” Kata Zaidan.
“Iya” Kata saya.
“Ngga jadi ah” Kata Zaidan lagi.
Namun sekarang Zaidan sudah mulai
terbiasa dan jarang bertanya lagi kapan waktu berbuka, karena kegiatan ngabuburitnya makin variatif. Seperti hari Minggu kemarin, Zaidan
ngabuburit sambil belajar Alquran lalu buka bersama di masjid bersama
teman-teman les Alqurannya.
Semoga Ramadan kami kali ini
berkah dan penuh makna. Semoga kami bisa meraih sebanyak-banyaknya amalan, ampunan
dan rahmat Allah SWT di Ramadan kali ini. Semoga kami bisa berjumpa dengan
Lailatul Qadar di bulan suci ini. Semoga keluarga kami makin kompak dengan
berbagai kebersamaan di rumah selama Ramadan. Semoga kebersamaan kami
sekeluarga bukan hanya di bulan Ramadan namun terus berlanjut ke bulan-bulan
berikutnya. Bahkan, jika boleh berharap lebih, kebersamaan di dunia dalam
kebaikan juga berlanjut kebersamaan di akhirat di surga-Nya. Tak hanya keluarga
kecil kami, tapi juga bersama keluarga besar dan seluruh ummat. Aamiin.
Paling asyik memang klo ramadan itu ngumpul dirumah ya mak ^-^
ReplyDeletebetul banget mak
DeleteMaunya di rumah terus sih mak... tp apa dayaa. Hikss makanya klo pas lg bisa di rumah dinikmati banget smp gak mau kemana mana hahaha
ReplyDeleteiya mak, kalo yang kerja maklum yang penting waktu berkualitas ya :)
DeleteRamadhan mempertemukan keluarga lebih intens. Seharusnya bisa juga pada 11 bln yang lain.
ReplyDeletebetul
DeleteAnak saya belum ada yang puasa Mak. Batita semua. Fatih diberitahu, bilang mau puasa. Setelah itu, minta makan minum :D
ReplyDeletehihi, saya juga naru yang pertama aja mak
DeleteAaamiiin teh. Rumah emang tempat paling nyaman kok, saya aja betah di rumah, hehehe...
ReplyDeleteKalo nggak salah sih, menurut sunnah Rosul, kalo makan emang di lantai & jangan nyender, bener nggak tuh teh tuh teh??? CMIIW...
Zaidan masih galau puasanya, suruh baca blog saya aja yang ngebahas supaya puasa jadi nggak berasa, hehehe... *primosi terselubung.
iya sunnah rasul emang duduk dan ga bersender
DeleteZaidan dah ga tanya2 lagi maghribnya masih lama ga ya karena kegiatannya masih variatif dan asyik :)
ReplyDeleteiya pa alhamdulillah
DeletePaling enak memang ya mbak kalau puasa kumpul sm keluarga...
ReplyDeleteiya :)
Deletekebersamaan itu indah :)
ReplyDeleteSalam kenal dari tante muty; ya dd Zaidan....
ReplyDeletesemangaat puasa bedugnya :-D
salam kenal juga dr Zaidan :)
Deletebahagianya bisa bersama selama ramadhan
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteWaaaa kok sama, meja makan cuma untuk naruh makan kalau nggak jam makan. Makannya sendiri lebih suka bareng di atas karpet. Santaiii kayak di pantaaaiiii
ReplyDelete:D
DeletePaling asyik pas lebaran ya pas moment berbuka bersama bareng keluarga, paling seru pas adegan rebutan makanan pas buka puasa sama adikku.. atau gak pas moment sahur, saling jahil pas bangunin sahur X)
ReplyDeletepas buka puasa senaaaang, itu emang waktu yg ditunggu2..
Deletewah, mak, aku baca di grub KEB pada nulis kisah ramadhan , aku jadi sedih banget karena anak-anak sekarang tinggal di luar kota, jadi hanya berdua dg suami. Buka berdua, solat berdua rasanya rindu bisa bersama lagi, apalagi di bulan ramadhan
ReplyDeletekalo lebaran ngumpul kan mak?
Deleteiya asyik kalo makan bareng terus bisa ngumpul buka dan sahur ya :) kerasa banget deh kebersamaan :)
ReplyDeleteiya mba, hari2 biasa mah makan ya sendiri2 aja
DeleteHome sweet home ya mak ^^
ReplyDeletesaya juga lebih senang ngapa-ngapain dirumah
kalo keluar rumah lg puasa juga lemes mak apalagi bawa anak2
DeleteSenangnya ya mbak melihat anak2 bisa melakukan ibadah pd bulan ramadhan sejak usia.. Semoga kelak mereka tumbuh dgn landasan keimanan yg kuat..
ReplyDeleteaamiiin
Deletekebersamaan yang membuat bahagia :)
ReplyDeleteramadhan bikin byk wkt berkumpul sm keluarga...berkah ramadhan ya mak :)
ReplyDeleteamiin
Delete