Belajar Menghargai Perasaan Anak Lewat Teladan Terbaik
Kebun binatang hari itu ramai
dengan pengunjung. Sebuah keluarga menyusuri kebun binatang dengan riang.
Mereka terlihat sebagai keluarga bahagia.
Kelelahan karena berjalan, mereka
berhenti. Sang ayah membentangkan tikar plastik untuk mereka duduk. Tak jauh
dari mereka juga duduk serombongan keluarga. Mereka duduk menikmati makanan
sederhana berupa biskuit dan air kemasan, ditemani semilir angin. Pemandangan
yang sungguh luar biasa.
Tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang cukup keras. Duuut! Ternyata sang anak kentut dengan suara yang cukup nyaring. Sang ayah langsung tertawa, menatap sang anak sambil berkata, "Haha, kamu kentut ya.."
Tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang cukup keras. Duuut! Ternyata sang anak kentut dengan suara yang cukup nyaring. Sang ayah langsung tertawa, menatap sang anak sambil berkata, "Haha, kamu kentut ya.."
Sang anak yang berusia 5 tahun-an
merasa malu dibilang seperti itu. Beberapa orang langsung melirik ke arah
mereka. Seperti kebanyakan orang, kentut biasanya tak bisa ditahan. Dia
langsung marah pada ayahnya. Sepanjang sisa perjalanan liburan di kebun
binatang, dia tak mau berdekatan dengan ayahnya karena rasa marah.
Sang ibu menenangkan si anak,
meyakinkannya kalau kentut itu tak apa, malah menyehatkan. Banyak orang tak
bisa kentut dan harus berobat supaya bisa kentut, jadi kita harus bersyukur
jadi orang yang sehat. Kentut di depan orang tak apa kalau tak sengaja. Lain kali,
kalau ingin kentut bisa menjauh dulu supaya tak mengganggu orang lain. Begitu
kira-kira kata sang ibu.
Ingin rasanya sang ibu
mengingatkan suaminya untuk menghargai perasaan anak. Tapi ditahannya untuk
dibicarakan nanti saat tak ada banyak orang. Kentut di depan orang memang tak
sopan, jika dilakukan oleh orang dewasa yang sudah tahu cara beretika.
Tapi…anak 5 tahun? Baligh saja belum. Berarti dia memang belum bisa menguasai
dirinya untuk tak kentut sembarangan.
***
Aih, kenapa saya jadi bahas
kentut. Tapi serius, cerita di atas diambil dari cerita sebenarnya. Nggak, saya
nggak akan bahas masalah kentutnya. Saya ingin membahas tentang menghargai
perasaan anak.
Blogger dan penulis buku, Leyla Hana, membuat status facebook yang menarik beberapa waktu lalu. Ismail, anaknya
mendapat soal pelajaran IPS berbunyi begini, “Apa perasaanmu saat adikmu
lahir?” Apa jawaban Ismail? Menyedihkan, jawabnya. Apa reaksi kita
mendengarnya? Tertawa? Lihatlah dari sudut anak usia 7 tahun seperti Ismail. Ia
masih 1 tahun saat adiknya lahir. Mungkin saja ia merasa sedih karena perhatian
mama padanya berkurang dengan adanya adik kecil.
Za dan baby Ra |
Yang saya rasakan pun begitu. Za
dan Ra bedanya 4 tahun. Saat saya mengandung Ra, saya sudah memberitahu Za
kalau dia kan punya adik. Za tentu saja senang. Setelah Ra lahir, saya merasa
Za banyak minta perhatian juga. Yang awalnya sudah bisa pipis sendiri, jadi
minta ditemani. Yang awalnya sudah mau bobo sendiri, jadi minta dikeloni juga.
Dan sebagainya. Saya sebagai orangtua pun berusaha agar perhatian merata tapi
tak lupa terus melatih kemandirian anak.
Kisah anak blogger dan penulis Eni Martini
membuat sedih. Anaknya dituduh mencuri, padahal ia tak melakukannya. Orangtua
anak yang merasa dicuri pun tidak mau berusaha mencari masalah yang sebenarnya,
tak mau tabayyun. Satu malam, anak yang dituduh mencuri ini bangun untuk shalat
Tahajjud. Saat ditanya ibunya, ia menjawab, “Supaya terhindar dari fitnah yang
lebih kejam dari pembunuhan!” Hiks, bayangkan betapa terlukanya sang anak yang
terfitnah dan orangtuanya. Andai saja orangtua anak yang merasa dicuri itu
menyayangi semua anak, maka ia akan berusaha mencaritahu masalah yang
sebenarnya dan tak akan terjadi fitnah.
Rasulullah SAW sebagai teladan
terbaik (uswatun hasanah) telah memberikan contoh nyata bagaimana menghargai
perasaan anak dan membina perasaan itu sehingga kelak anak memiliki kepribadian
yang baik, diantaranya:
1. Mencium dan memberi kasih sayang
pada anak
Mencium anak memiliki peran dalam
menggerakkan perasaan anak, meredakan gelombang amarah, dan mengokohkan
hubungan orangtua dan anak. Rasulullah SAW adalah orang yang paling penyayang
terhadap anak-anak. Beliau mempersingkat shalat saat menjadi imam, ketika
mendengar tangisan anak kecil. Beliau sadar sang ibu akan menjadi tak tenang
mendengar tangisan anaknya. Beliau juga menggendong putrinya saat shalat dan
meletakkannya saat sujud.
sumber |
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa ia berkata, “Nabi SAW mengecup Hasan
Bin Ali RA (cucu beliau) lalu Aqra Bin Habis berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai
10 anak, namun aku belum pernah mengecup satu pun dari mereka.” Rasulullah SAW
kemudian bersabda, “ Siapa yang tidak menyayangi tidak akan disayangi”.
2. Bermain dan Bercanda Dengan Anak
Rasulullah SAW suka bercanda
dengan anak-anak, berlari dan menggendong mereka. Sabda beliau, “Siapa yang
mempunyai anak, maka hendaklah ia berkelakuan seperti anak”. Maksudnya dalam
hal bersikap lembut, bergembira, bermain dan bercanda dengan anak.
Umar RA pun pernah memecat salah
satu pegawainya karena ketahuan bersikap kasar terhadap anak-anaknya. “Kamu
tidak bisa mengasihi anakmu, lalu bagaimana kamu akan menyayangi orang lain?”
kata beliau.
3. Memberi hadiah dan bonus kepada
anak
Memberi hadiah berpengaruh baik
terhadap setiap orang, terlebih lagi pada anak kecil. Muslim meriwayatkan dari
Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW ketika dianugerahi buah yang pertama,
beliau berdoa, “ Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami dalam kota kami ini,
mengenai buah kami, mud kami dan sha’ kami, yang berupa keberkahan demi keberkahan.”
Selanjutnya beliau memberikan buah kepada anak terkecil yang datang kepada
beliau.
4. Membelai kepala anak
Banyak hadist yang menceritakan
bahwa Rasulullah SAW menyentuh perasaan anak dengan membelai kepala mereka.
Salah satunya adalah riwayat Ibu Abbas RA yang mengatakan, “Rasulullah SAW
mengunjungi kaum Anshar lalu memberi salam kepada mereka serta membelai kepala
mereka.”
5. Menyambut anak dengan baik
Menyambut anak dengan ceria dan
penuh cinta akan membuat anak terbuka pada orangtua. Rasulullah SAW terbiasa
menemui keluarganya sepulang dari perjalanan. Beliau menyambut anak-anak dengan
menaikkan mereka ke unta beliau.
6. Mencaritahu keadaan anak dan
menanyakannya
Hasan dan Husain pernah hilang
dan ditemukan tengah ketakutan karena di depan mereka ada seekor ular yang
seolah siap memangsa. Rasulullah SAW menenangkan mereka, mengusap wajah mereka,
mendoakan keduanya, memuliakan keduanya dengan membawa mereka ke pundak beliau.
Pelajaran yang bisa diambil dari hal ini adalah dengan mencaritahu keadaaan
anak jika ada sesuatu yang meresahkan hati mereka.
7. Perhatian khusus kepada anak
perempuan dan anak yatim
Dalam sebuah hadist, disebutkan
bahwa anak perempuan dan anak yatim dianggap lebih membutuhkan kasih sayang dan
penjagaan. Kondisi pada waktu itu mereka memang rentan terhadap kejahatan.
Sekarang, kejahatan bisa menimpa siapapun baik anak laki-laki maupun perempuan.
Dalam hadist disebutkan bahwa orang yang memperlakukaan anak perempuan dan anak
yatim dengan baik, diibaratkan sebagai 2 jari yang berdampingan dengan
Rasulullah SAW di akhirat nanti.
8. Adil dalam mencintai anak, tidak
lebih tidak kurang
Mencintai anak secara berlebihan
pun kurang baik karena akan menghalangi potensi kebaikan dalam dirinya
berkembang. Misalnya karena terlalu sayang sama anak jadi semua keperluannya
dilayani. Hal ini akan membuat anak tergantung sama orang lain dan tidak
mandiri. Akan mudah baginya diperdaya oleh orang lain.
Jika memang kita cinta pada anak
kita, jarilah anak cinta pada agamanya, cinta pada menuntut ilmu. Ajarilah ia
bersabar ketika menghadapi ujian, dan sebagainya. Anak yang soleh dan solehah
kelak akan membawa orangtua dan keluarganya turut ke surga. Aamiin.
Entahlah, berbagai kasus di atas
nyambung atau nggak dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam menghargai
perasaan anak. Ini hanya pengingat untuk saya sendiri agar lebih menghargai
perasaan anak. Mereka juga seperti orang dewasa, memiliki perasaan. Jika perasaan
mereka tidak dibina dengan baik, mungkin saja mereka akan mencontoh yang tidak
baik itu. Saya tidak mau. Namun saya juga manusia yang sering khilaf. Maka selain
usaha, saya juga meminta bantuan Allah SWT, memohon pada-Nya agar menjadikan kami
dan anak-anak kami orang-orang yang berakhlak mulia dan tahan banting terhadap
segala ujian. Aamiin.
Sumber referensi:
Mendidik Anak Bersama Nabi SAW
karya Muhammad Suwaid, Pustaka Arafah, 2006.
perkara kentut itu bukan perkara sepele. Sampai2 Rasul melarang menertawai orang yang kentut.
ReplyDeleteOh ya mba? Ada riwayatnya ya? Boleh dong share..
Deleteaku juga mau tau mbak. Ini jadi pelajaran juga buat aku supaya anak-anak gak mengejek temannya yang buang angin
Deleteإِلَامَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟
Delete“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).
Menertawakan Kentut adalah Kebiasaan Jahiliyah
Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan,
وكانوا في الجاهلية إذا وقع ذلك من أحد منهم في مجلس يضحكون فنهاهم عن ذلك
“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majlis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).
wow, makasih pa pencerahannya
Deleteyang no 8 mudah2an bisa adil mencintai anak2...
ReplyDeleteanak saya baru saja masuk usia 8 bulan, karena kerja luar kota tiap hari jadi ketemunya kalo udah tdur, kalo berangkat juga ga puas main sama anak, bisanya cuma waktu hari libur saja. ah jadi rindu
ReplyDeleteSaya juga masih butuh untuk selalu diingatkan, Mbak Kania. Thanks for share yah
ReplyDeletesama2
DeleteTerima kasih sharingnya mbak... Bermanfaat untuk saya yang punya 3 anak kecil.
ReplyDeletesama2
DeleteTerimakasih mbak....anakku yang selisih 5 tahun aja masih sering kayak ismail mbak....kadang belum bisa nrima adikn...si kakak merasa tersisih....
ReplyDeleteiya sama , anak2 sy selisih 4 taun tiap hari rebuan perhatian terus :)
Deletetfs, Mak
ReplyDeleteselfnoted banget ini.
jadi, rentang beda usia anak itu (mau 1 tahun atau lebih), itu dampaknya sama aja ya. Mereka tetap minta diperhatikan ya. :)
iyaaa
DeleteMenyentuh kepala anak itu penting banget, bisa menyentuh hatinya dari sana tapi tentu juga disertakan doa ya mbak. Sharingnya bagus banget ini, makasiih :)
ReplyDelete