Masih Ingatkah Tragedi di Jalan Legian?
Beberapa waktu lalu saya sekeluarga berkesempatan ke Bali
selama 4 hari. Hari ke-4, kami sudah tak punya rencana kemana-mana karena
siangnya harus sudah bertolak ke Bandara Ngurah Rai untuk kembali ke Jakarta. Bingung
juga kalo gak ngapa-ngapain, jadi mati gaya. Biasanya tiap pagi kami ke pantai
Kuta yang Cuma menempuh waktu 10 menit-an dari hotel Amaris tempat kami
menginap. Tapi persediaan baju bersih habis, jadi pak suami ngajak kita
jalan-jalan aja di sekitar hotel.
Hotel kami menginap terletak di Jalan Lebak Bene yang
sempit, mungkin hanya memuat 1 mobil. Begitu keluar hotel, belok kiri terus ke
kanan, kita akan bertemu dengan Jalan Legian. Jalan ini begitu familiar kan di
telinga kita? Ya, karena pada tahun 2002 pernah ada tragedi memilukan di sini,
yaitu tragedi bom bali!
Pada tanggal 12 Oktober 2002, terjadi 3 rangkaian
pengoboman, 2 bom pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club di Jalan Legian
dan 1 bom terakhir di dekat kantor konsulat Amerika Serikat. Lebih dari 200
orang meninggal dalam pengeboman tersebut dan 200 lebih lainnya luka-luka,
berat maupun ringan. kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang
berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut. Semua pelaku
pengeboman telah ditangkap dan dijatuhi hukuman seumur hidup dan hukuman mati. Peristiwa
ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.
Dunia tersentak, tak terkecuali ummat Islam sendiri karena
pelaku pengeboman merupakan muslim yang mengatasnamakan jihad di jalan Allah. Jihad,
kata ini bagi sebagian orang identik dengan kekerasan sehingga tak sedikit yang
anti terhadap agama ini. Entahlah, ilmu agama saya sendiri masih minim. Namun saya
percaya, selama saya masih bisa beribadah dengan tenang di negeri ini, seharusnya
tidak ada peperangan atau pengeboman.
Jihad memang salah satu ajaran Islam. Imam al-Kasani dalam
kitabnya Badai’ al-Shanai
menyebutkan bahwa jihad berarti mengerahkan segala kemampuan untuk berjuang di
jalan Allah SWT, baik dengan jiwa, harta, lisan, hati, atau cara lainnya. “Puncak tertinggi Islam adalah
berjihad di jalan Allah SWT.” (HR Ahmad).
Saya percaya bahwa Rasulullah SAW diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia. “Sesungguhnya
aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR Ahmad Bin Hambal). Karena itu, saya setuju jika jihad ditunjukkan
dengan berlomba-lomba menunjukkan akhlak yang mulia. Seringkali saya mendengar
ustadz atau ustadzah bilang bahwa jihadnya seorang ibu adalah saat melahirkan
dan mengurus keluarga. Jihadnya seorang ayah saat mencari nafkah. Bahkan jika
saya bisa menulis sesuatu yang bermanfaat pun itu adalah jihad. Wallahua’lam.
Eh kok jadi ceramah ya. Gak kok,
saya juga nyontek dari para ahlinya. Maaf kalo gak berkenan. Yuk lanjutin
cerita jalan-jalannya.
Di sepanjang Jalan Legian ini
banyak toko cinderamata, minimarket, warung makan muslim, café-café, pub, spa,
dan sebagainya. Saat lewat Paddy’s Pub, langsung deh terbayang peristiwa
pengeboman yang sudah terjadi. Ada satu rasa yang hinggap, rasa apa ya. Ah,
susah dijelaskan. Kesenjangan? Rasa bersalah? Apalagi dengan hijab saya yang
mencolok diantara para pejalan kaki lain. Seolah mereka menunjuk dahi saya, “Hei
yang mengebom tanah kami itu muslim loh, seperti kamu.” Mudah-mudahan sih hanya
perasaan saya saja. Biasa, baper lagi tren :D.
Ah, semoga tragedi itu tidak terulang lagi.
Di salah satu sudut bandara Ngurah Rai |
Hari itu cuaca panas. Jalan-jalan
di sepanjang Jalan Legian membuat Za dan Ra cepat lelah. Juga, kebanyakan
tempat di jalan itu tak cocok untuk tempat anak main. Selama di Bali, pantai
lah yang mendapat kesan tersendiri di hati, karena murah meriah, indah, Za dan
Ra bisa main sepuasnya. Akhirnya kami mampir ke minimarket, membeli makanan
kecil dan minuman lalu pulang lagi ke hotel. Tak lama lagi kami akan terbang
meninggalkan Bali. Sampai jumpa lagi entah kapan.
Sumber referensi:
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/06/07/mo0gqo-antara-jihad-nafsu-dan-berperang
kemarin aku cuma sempat lewat lihat dari dalam bis rombongan aja mbak jalan legiannya
ReplyDeletewah iya ya, mba Lidya kan abis dr Bali y
Deletesemoga tidak terjadi
ReplyDeleteKenapa yah banyak sekali.yang menamakan jihad? Padahal seorang laki2 mengajak laki2 lain untuk solat jamaah di masjid berjamaah itu jihad juga lhoo...
ReplyDeleteBener bgt mba, jalan k mesjid itu perjuangannya berat bgt..aplg subuh dan isya
DeleteSekarang sepertinya bekas-bekas ada bom sudah tidak terliat lagi ya khan Mbak. Buktinya, Paddy's Pubnya masih ada -atau diabngun ulang? Maklum, tidak pernah ke Bali lagi...
ReplyDeleteUdah dibangun lg. Ada monumen bom bali utk mengenang tragedi ini
Deletewah masih ingat banget mba....liat di TV dulu...
ReplyDeleteSaya ke bali 2013 lalu.. Ada monumen untuk mengenang tragedi pengeboman ini ya. Semoga hal serupa tidak terjadi lagi dan kita bisa hidup rukun dalam banyaknya perbedaan *tsaaaah :D
ReplyDeleteSemalam baru ngomongin Bali sama suami, ramah enggak sich pantai Bali untuk anak-anak. Sewaktu saya ke Bali, ke pantainya menjelang senja ke malam terus. Maklum nguli juga waktu di sana... Pengalaman Za sama Ra ya Mbak, jalan-jalan ke Bali sembari memperlihatkan ke anak-anak ada peristiwa di jalan Legian. Semoga tidak terulang kembali, amin
ReplyDeleteamiin. kalo saya ke pantainya pagi mak setelah subuh, masih aman lah pemandangannya. makin siang makin banyak orang kalo musim panas
Delete