Peran Orangtua Dalam Pendampingan Masa Anak Awal
Orangtua, terutama ibu, adalah madrasah (sekolah) pertama
anak. Begitu yang sering saya dengar dalam kajian agama maupun bahasan
parenting di internet. Memang adanya demikian, sejak lahir anak diajarkan
macam-macam oleh orangtuanya, belajar duduk, jalan, berlari, berbicara, sebagian
besar semuanya orangtua (terutama ibu) yang mengajarkan. Memang ada sekolah
khusus bayi, namun itu hanya untuk membantu ibu menggali kembali kemampuan anak.
Pun ketika anak sudah sekolah, orangtua seharusnya tidak melepas begitu saja
dan tetap memperhatikan perkembangan anak.
Hari Sabtu kemarin, saya menghadiri sosialisasi kurikulum di
sekolah Za yang menghadirkan psikolog sekolah bernama Yarlina Rasyid S. Psi.
adanya psikolog sekolah membantu banget untuk orangtua memahami anak dalam
segala hal, termasuk dalam proses belajar di sekolah. Orangtua bisa konsultasi
sama psikolog di hari yang ditentukan agar bisa mengetahui perkembangan
anaknya.
Menurut Ibu Yarlina, anak kelas 1 s.d 3 SD punya
karakteristik sebagai berikut:
- Belajar Kemandirian
- Adaptasi pada aturan dengan disiplin dalam belajar
- Belajar untuk Konsentrasi di kelas
- Sosialisasi dengan berkelompok bersama teman sebaya
- Mengembangkan kemampuan calistung
- Masa bermain dengan meningkatkan ketangkasan fisik
Jika anak mampu beradaptasi pada masa ini, maka ia akan
percaya diri, mandiri, dan memiliki konsep diri yang positif. sebaliknya, jika
tidak bisa beradaptasi ia tidak percaya diri, kurang mandiri, dan memiliki prestasi
yang rendah.
Cara memotivasi anak dalam masa ini agar ia bisa beradaptasi
dengan baik di lingkungannya, antara lain dengan:
- Belajar sambil bermain
- Biarkan anak enjadi diri sendiri, jangan pernah membandingkan ia dengan yang lain.
- Memanfaatkan pekerjaan rumah. Misalnya mendampingi anak saat mengerjakan PR dan memberikan latihan soal berupa cerita yang ia suka.
- Selalu mendukung keadaan anak.
- Jadilah model yang baik untuk anak. Ketika meminta anak berhenti bermain gadget saat Magrib, orangtua malah memainkan handphonennya.
- Buatlah jadwal belajar yang rutin.
- Tetapkan target (yang sesuai dengan kemampuan anak)
- Beri pujian pada proses yang dilakukan anak. Misalnya dengan mengatakan, “Ibu bangga punya anak yang rajin belajar..” dan sebagainya.
Kadang, kita orangtua tidak tahu bagaimana cara memahami
anak karena tidak tahu ilmunya. menurut Ibu Yarlina, peran orangtua dalam
mendidik anak bisa dilakukan dengan cara:
- Membangun komunikasi efektif dengan melakukan kontak mata.
- Hindari mengancam, membujuk, dan menjanjikan hadiah.
- Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan, dan selalu khawatir.
- Memahami bahasa non verbal dan tahu kapan anak butuh dukungan.
- Membantu anak memecahkan masalah secara bersama
Orangtua juga manusia, kadang berbuat salah. Kebiasaan
orangtua yang biasanya menghambat perkembangan dan kemandirian anak antara
lain:
- Tidak membiarkan anak mengambil resiko
- Menolong anak terlalu cepat, tidak membiarkannya menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dulu.
- Selalu bersikap toleransi.
- Orangtua tidak memberi contoh yang baik. Misalnya, orangtua menuntut anak jujur, namun ia sendiri berbohong.
Perkembangan anak itu tergantung dari pola asuh yang
diterapkan di rumah. Ada yang menerapkan pola asuh permisif, yaitu tanpa batas
dan membiarkan anak berperilaku sesuai keinginannya. Ada juga yang menerapkan
pola asuh Otoriter, yaitu ada aturan yang harus dituruti anak sehingga anak
tidak kreatif dan tak punya inisiatif. Ada juga yang menerapkan pola asuh
neglected, yaitu penolakan fungsi orangtua terhadap anak. Jadi, orangtua acuh
tak acuh. Demokratis adalah pola asuh yang ideal karena ada interaksi antara
orangtua dan anak. orangtua mendengar keluhan anak dan berusaha memecahkan
masalah bersama.
Jadi, Sudahkah kita menjadi orangtua yang baik dalam
mendampingi anak belajar? Saya belum. Saya masih harus banyak belajar sabar dan
memahami anak. Menjadi orangtua itu katanya proses seumur hidup, learning by
doing. Jadi, mari kita belajar terus!
Bener bgt mbak kalau orangtua itu juga sering khilaf hihihi...misalnya saja membantu anak ini dan itu padahal kalau dilakukan sendiri juga bisa ya. Alasannya sih simpel karena nggak sabar.
ReplyDeleteIya mba sama itu jg masalah sy
DeleteTerkadang, aku masih sering ngiming-ngimin anak dengan hadiah. Akan dikurangi deh :0. Makasih tulisannya, mba Kania :)
ReplyDeleteSama mba, saya juga, berusaha ters kita ya
Deleteorangtua kadang suka salah menratikan rasa sayang kepada anak hehehee
ReplyDeleteNah itu mak, pr saya..;D
Deletetfs ...memang belajar terus2an ya jadi orangtua itu
ReplyDeleteIya mba:)
Deletebelajar kemandirian harus dari awal kita ajarkan juga ya mbak, kalau gak kebiasaan sampai besar
ReplyDeleteMasih bljr terus sy mba soalny kdg ga konsisten
DeleteSaya sering mbandingin..msh sering ngasih iming2 reward..maunya sih biar jd lbh semangat..
ReplyDeleteIya mba saya juga, hadiah yg sekira sy bisa jamgkau
DeleteSuka banget deh artikelnya, ini juga kudapati saat masih mengajar dulu. Madrasah utama emang ibu ya, Mbk :)
ReplyDeleteMba Naqi pernah ngajar juga ya sama kita mba
Delete