Mengatur Jarak kelahiran Anak
“Ayo bu, kapan
nambah lagi?”
Tidak hanya satu
orang yang bertanya pada saya demikian, kapan nambah anak lagi. Saya pun cuma
tersenyum mendengarnya dan mengungkapkan alasan kenapa belum memiliki anak
lagi.
Seringkali saya
mendengar orang berpendapat bahwa banyak anak itu banyak rejeki, banyak anak
itu banyak pasukan yang akan membela agama, dan seterusnya. Di sisi lain,
pemerintah menganjurkan dua anak cukup, ada juga yang hanya ingin memiliki satu
anak bahkan tidak memiliki anak sama sekali. Semuanya tidak ada yang salah,
karena setiap orang punya alasan masing-masing yang melatarbelakanginya.
Saya sendiri
sudah punya dua anak, laki-laki dan perempuan. Saat ini punya dua anak bagi
saya sudah ideal. Usia saya yang di masa 30-an akhir membuat saya tinggal
memikirkan untuk membesarkan dua anak ini sebaik-baiknya.
Awalnya, saya
sering merasa berdosa hanya punya anak dua karena sering ditanya kapan nambah,
kapan nambah. Seolah saya mengabaikan rejeki dari Allah SWT berupa rahim dan
usia. Lalu saya mencoba berdamai dengan diri sendiri dan berfikir. Allah SWT
rasanya tidak menyuruh untuk memiliki banyak anak, namun yang Dia suruh adalah
mendidik anak dan menjauhkan keluarga dari api neraka.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS.at-Tahrim:6)
Dua anak saya
ini jarak kelahirannya 4 tahun, Kakak Za (10) dan adik Ra (6). Saya memang
mengatur jarak kelahiran. Pada awal menikah, saya masih menyelesaikan
pendidikan sarjana dan menjalani long
distance married dengan suami. Saya di Bandung dan suami di Jakarta. Jadi,
menunda kehamilan merupakan keputusan tepat bagi saya saat itu. Karena saya
harus menuntaskan janji sama bapak saya untuk menyelesaikan kuliah.
Tapi setelah 2
bulan menikah, saya memutuskan untuk tidak menunda kehamilan karena banyak
orang berpendapat bahwa tidak baik menunda kehamilan di saat awal menikah.
Khawatirnya, nanti sulit untuk hamil. Hm, padahal sih kondisi setiap orang
berbeda ya tergantung kesuburan rahimnya. Yah, karena saya ketakutan saya pun
melepas alat kontrasepsi dan langsung hamil. Saya sidang sarjana dalam kondisi
mengandung 4 bulan. Walaupun berat. Alhamdulillah lulus juga.
Setelah anak
pertama lahir, saya pun langsung memasang alat kontrasepsi lagi agar bisa
berkonsentrasi membesarkan anak pertama. Saya memutuskan memiliki anak kedua
saat anak pertama (saya pikir) sudah siap, ia sudah bisa setidaknya buang air
kecil sendiri ke kamar mandi. Ia duduk di bangku TK A saat saya hamil besar. Secara
lahir dan batin pun saya merasa siap. Fisik saya masih sehat dan hati sudah
merindukan sekali hadirnya bayi baru di rumah.
Mengatur jarak
kelahiran yang menurut saya ideal, ternyata tetap saja ada ‘drama’nya. Misalnya,
anak yang sudah bisa ke kamar mandi sendiri, tiba-tiba saja merengek ingin
diantar sama uminya saja. Meskipun beda usianya 4 tahun dan jelas kelaminnya
beda, ada saja yang membuat dua anak ini berantem di rumah. Seru lah pokoknya!
Walaupun begitu,
saya tetap merasakan manfaatnya mengatur jarak kelahiran. Salah satunya adalah
dari sisi kesehatan ibu dan anak. Jadi saya
punya waktu untuk mengurus anak sebelumnya, juga mengurus diri sendiri. Apalagi
saya ini anak rantau, jauh dari keluarga besar di kampong. Apa-apa diurus
sendiri. Berbeda dengan di kampung , dimana semua pekerjaan seringkali gotong
royong bersama saudara dan tetangga, termasuk dalam hal mengurus anak. Saat
saya melahirkan anak pertama di rumah orantua, banyak saudara dan tetangga datang
ke rumah untuk menengok atau membantu alakadarnya. Di kampung pun, bisa dengan
mudah menitipkan anak ke saudara saat kita ada keperluan.
pixabay.com |
Banyak cara untuk
mengatur jarak kelahiran (kontrasepsi). Ada pil hormonal yang diminum, suntik
hormonal, susuk, IUD yang ditempatkan di dalam rahim, azl (mengeluarkan mani di
luar rahim), sterilisasi, dan sebagainya. Pilihlah yang sesuai untuk kita. Jangan
lupa, bicarakan dengan pasangan tentang
hal ini, cara apa yang sebaiknya dipilih agar kita mendapat dukungan. Setiap
cara kontrasepsi punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Untuk saya, pil
hormonal adalah cara yang cocok saat ini. Haid saya tetap teratur dengan
mengonsumsi pil hormonal. Pernah saya menggunakan kontrasepsi suntik, namun
haid jadi tidak teratur sehingga membuat kepal sering pusing dan perut kembung.
Untuk memakai IUD pun saya tidak ada nyali. Pernah ditawarkan untuk sterilisasi
oleh dokter, tapi saya juga tidak siap.
Mengatur jarak
kelahiran dengan pil tentu saja ada kelemahannya, yaitu suka lupa! Oleh karena
itu, saya biasanya membuat reminder di aplikasi calendar untuk satu bulan. Setiap
hari di jam tertentu, reminder akan berbunyi untuk mengingatkan saya minum pil.
Pernah saya lupa minum, lalu minum pil sebanyak hari yang dilupakan dan setelah
itu kondisi badan rasanya tidak karuan. Efeknya seperti orang hamil, yaitu
malas, ingin tidur, dan kembung. Tapi setelah diperiksakan ternyata tidak
hamil, dan hanya mengalami gangguan hormonal saja. Mantan asisten rumah tangga
saya bahkan mengalami gangguan penglihatan dan hampir tidak bisa melihat karena
pemakaian pil hormon yang terlalu lama. Saya pun sudah diwanti-wanti dokter
kandungan bahwa setelah usia 40 tahun saya harus berhenti minum pil hormon.
Teman saya mbak
Yurmawita juga punya cerita tentang jarak kelahiran anaknya yang dekat. Justru menurut
mba Yurma ada keuntungannya. Apa itu? Baca aja tulisannya di blog emak2blogger.com.
Ada juga cerita mbak Nurul Rahmawati
tentang putra tunggalnya, dan cerita mbak Maria
Soraya serta mbak Ike Yuliastuti
tentang jarak kelahiran anak.
Banyak anak banyak rejeki mbak ..hehehe ...
ReplyDeletetapi banyak anak pas anaknya gak ke urus dan di didik dg baik
Bukan rejeki yg dapet tapi mudhorot mbak ...
iya makanya pengennya keurus dan kedidik secara maksimal
Deleteiya mbak, aku mah termasuk yang hanay mau dua anak saja dan yang terpikirkan bukan saja irang yang menyebutkan banyak anak banyak rejeki tapi secara umum, dunia ini sdh terllau padat, laju pertumbuhna penduduk lebih cepat dr mananan, ekonomi shg akan banayk terjadi keadaan sosial yang tinggi mulai dari pengangguran dll. selain itu memiliki anak sedikit lbh bisa konsentrasi mendidik apalagi bagi ibu yg bekerja ya
ReplyDeleteiya biar konsentrasi mendidik anak
Deletesama mba... aku juga udah cukup dengan dua anak. aku pikir itu udah jumlah yang ideal...
ReplyDeleteuntuk kontrasepsi, pernah pke pil..cuma udah lama berhenti dan ganti metode.
iya semua metode ada kelebihan dan kkurangannya ya
DeleteSaya juga rencananya punya anak minimal pas anak pertam saya umurnya 3 tahun, mbak. Soalnya saya ngerasa nggak tega aja kalau harus ngasih dia adik sementara hak dia belum terpenuhi. Semoga aja rencana saya bisa terealisasi nanti
ReplyDeleteamiin
Deletesaya juga pengen ngatur jarak mba, karena memang tinggal jauh dari keluarga daripada saya remuk badannya karena lelah mending atur jarak. Sekarang sih masih pakai kb alami, minum pil kb takut lupa terus, mau IUD nyali masih ciut, galau. hahah Lah malah curcol saya.
ReplyDeleteIUD saya jg ga berani :D
DeleteKalau aku blm ada yg diatur hehhehe malah pengen punya momongan kapan yahhh semoga lah cepet dan bisa ngalamin mengatur jarak kelahiran hehhehe josss
ReplyDeleteamiin mba, semoga disegerakan ya
Deleteaku pun lagi sering dapet pertanyaan tsb, blom kepingin
ReplyDelete