Yang Penting Masuk Surga
Celotehan anak-anak kadang-kadang di luar dugaan orang dewasa, bahkan bisa mengingatkan orang dewasa pada kehidupan.
Suatu malam, sudah waktunya tidur, tapi perut saya malah berbunyi minta diisi padahal sudah makan malam. Jadilah malam itu, sebelum tidur malah ngemil. Sesuatu yang jarang saya lakukan sebelum tidur karena banyak ahli bilang kalau makan di atas jam 7 malam akan menyebabkan kenaikan berat badan.
Umi: "Waduh, kok jam segini umi masih makan aja sih, nanti gendut"
Sambil bilang gitu, sambil makan, sungguh tak tahu malu saya. soalnya beneran laper.
Kakak Za: "Kenapa emang mi, makan aja, yang penting masuk surga!"
Jawaban kakak membuat saya tersenyum dan melanjutkan makan sampai lapar tak terasa. Dalam hati saya berdoa tiada henti, semoga ia jadi anak soleh.
Begitulah keluarga, begitulah kami, saya dan kakak Za, saling menghibur untuk mengurangi rasa khawatir :D Walaupun saya tak tahu saya akan masuk surga atau tidak. Karena saya tahu diri tidak luput dari kesalahan. Setidaknya, harapan saya begitu, ingin masuk surga bersama-sama keluarga.
***
Suatu malam, sebelum tidur, kami bertiga -saya, kakak Za dan adik Ra- berkumpul di kamar. Saya menemani mereka belajar, mempersiapkan materi untuk sekolah keesoka harinya. Walau akhirnya malah yang satu asyik menggambar, yang satunya malah gogoleran di kasur. Tiba-tiba kakak Za berkata tentang sesuatu yang mengusik hatinya.
Kakak Za: "Mi, masa telapak kakiku lebar begini. Telapak kaki temenku nggak.."
Kakak memperlihatkan telapak kakinya ke hadapan saya dengan sedikit sedih. Lalu saya teringat masa kecil saya. Keluarga saya rupanya termasuk keluarga dengan telapak kaki lebar. Kata bapak, mungkin karena kita orang desa yang jarang pakai sepatu dan suka pergi ke sawah. Jadi telapak kaki kita lebar, hehe. Entah benar atau tidak alasannya.
Umi: "Mungkin faktor genetik, kak. sudah keturunannya begitu. Udah jangan sedih, yang penting masuk surga kan."
Hibur saya dengan kata-kata yang seperti kakak Za suka bilang ke saya. Ia pun tertawa dan mengiyakan. Begitulah keluarga, begitulah kami, saya dan kakak Za, saling menghibur untuk mengurangi rasa khawatir :D
Walaupun saya tak tahu saya akan masuk surga atau tidak. Karena saya
tahu diri tidak luput dari kesalahan. Setidaknya, harapan saya begitu,
ingin masuk surga bersama-sama keluarga.
***
Pulang sekolah, biasanya adik Ra makan siang sambil menonton kartun kesukaannya, lalu saya ajak tidur siang agar saya juga bisa istirahat sebentar. Siang itu, ia sedikit terlambat pulang sekolah dan tidak mau tidur siang karena ingin main. Tak terasa, jarum jam berjalan terus sampai waktunya kakak Za sebentar lagi pulang.
Umi: "Udah dulu main hape umi ya, istirahat.'
Adik Ra: "Udah mau sore ya mi, kok cepet banget, udah mau kiamat ya?"
Saya cuma tersenyum mendengar celotehan adik Ra. Saya tidak bisa menjawab pertanyaannya, karena saya sendiri tidak tahu kiamat kapan datangnya. Kita hanya bisa bersiap saja membawa bekal yang akan kita bawa pulang kampung ke akhirat. Kalaupun saya jelaskan, adik Ra belum mengerti karena gambaran kiamat itu mengerikan, namun pasti datangnya. Yang ada, ia malah nanti takut belajar agama. Biarlah, ia akan tahu jika waktunya tiba. Ia akan tahu bahwa dunia ini sementara sehingga perlu menyiapkan amal kebaikan untuk bekal d akhirat kelak.
Celoteh anak-anak terkadang justru mengingatkan kita supaya selalu bermuhasabah ya mbak Nia ^^
ReplyDelete