Kebanjiran lagi di Awal Tahun 2020
Untuk kesekian
kalinya, rumah kami kebanjiran lagi di awal tahun 2020 kemarin. Memang lokasi rumah
kami ini sering kebanjiran karena letaknya yang lebih rendah dari daerah
sekitarnya dan juga lokasinya yang dekat sekali dengan sungai.
Mesin penyedot
air yang tersedia di blok perumahan kami tidak bisa lagi menangani air yang
meluap kali ini, karena 2 tanggul yang membatasi komplek perumahan jebol
diterjang banjir. Jadilah air melupa ke semua rumah di komplek perumahan kami.
Ya, semua. Banjir 2020 ini rata memasuki rumah warga komplek, termasuk
ruko-ruko di depan komplek yang biasanya tidak terkena banjir.
Pada saat banjir
terjadi tanggal 1 Januari, saya sedang berada di kampung halaman karena
keluarga besar saya berkumpul untuk memperingati 40 hari kematian bapak kami. Tanggal
2 saya pulang kembali ke Tangerang menaiki bus Primajasa, namun di jalan saya
sempat disuruh balik lagi sama keluarga karena rumah berantakan bangettttt
diterjang banjir dan belum bisa ditempati. Kasian anak-anak, begitu kata keluarga
saya.
Tapi saya sudah
terlanjur di jalan dan susah mau turun karena anak tidur dan bawaan banyak,
jadi saya lanjutkan perjalanan dengan hati yang gak karuan sebenarnya. Antara
kasian sama ayahnya anak-anak yang sendirian ngatasi banjir, ingin liat kondisi
rumah juga, was-was di perjalanan juga dengan kondisi cuaca yang tak menentu.
Dan benar saja, perjalanan Kuningan-Tangerang yang biasanya Cuma 5-6 jam,
ditempuh dengan waktu 12 jam lebih karena macetttt dan masih banyak genangan
air di jalan, terutama di tol dan daerah Bekasi.
Bayangin aja
deh, bawa bayi di bus selama 12 jam lebih. Gusti Allahhhh, gak mau ngalamin
lagi rasanya. Namun sangat bersyukur, kakak Za dan Ra selalu bantu umi buat
nenangin adik Raina. Makanan buanyak yang dibawain mamih (neneknya anak-anak)
sangat bermanfaat buat mengganjal perut anak-anak yang kelaparan selama 12 jam
lebih di bus yang kadang terjebak macet. Padahal saya sempat larang mamih bawa
makanan banyak karena repot bawanya.
Bersyukur lagi,
saya hampir gak dengar sumpah serapah atau umpatan dari para penumpang karena
perjalanan yang lama. Padahal ada beberapa anak termasuk bayi dalam bus yang
pastinya sering berisik karena rewel. Masha Allah, Allah berkahi semuanya dalam
bus yang kami tumpangi, aamiin.
Sampai pool
Primajasa, suami jemput dan membawa kita nginep di penginapan. Besoknya, baru
deh nengok rumah yang masha Allaaahh berantakan banget booo. Banjir yang
merendam rumah setinggi 1 meter kurang lebih membuat lantai licin dan
berlumpur, dan rumah bau banget. Baju-baju kotor yang basah dan berlumpur sudah
ditumpuk suami di ember, belum yang di lemari bagian bawah. Kulkas terbalik,
isinya di dalam berantakan. Buku-buku basah, bau dan sebagian berlumpur, perabotan
juga demikian. Alat elektronik dan tas banyak juga yang kerendem.
Ini gak bisa
sehari atau dua hari bersihiinnya, gak bisa sendirian juga, apalagi ada bayi
yang merengek-rengek terus minta ditemani. Akhirnya panggil orang buat bantu
bersihin lumpur. Namun, besoknya beliau gak datang lagi L Akhirnya saya dan
suami gentian beberes, nyuci hampir semua baju, selimut, seprei, biar ada ganti
pakaian. Kita juga ngeluarin semua barang, dipilah mana yang bisa dibersihkan,
mana yang harus dibuang, mana yang bisa dikasihkan ke orang lain.
Qadarullah,
beberapa hari setelah itu, suami dilarikan masuk RS karena syaraf kejepitnya
kambuh lagi. Jadi saya bolak-balik kayak setrikaan pasca banjir ini. Pagi di
rumah beres-beres, sore ke rumah sakit, malam ke penginapan. Gak sanggup
sendirian, beberes pasca banjir saya minta bantuan Go-Clean aja selama 3 hari
berturut-turut, karena susah nyari orang di sekitar rumah. Kata kakak, enaknya
pakai Go-Clean, jam kerjanya dan bayarannya pasti serta SOP-nya jelas.
Semuanya memang
takdir Allah, alam sudah demikian cara kerjanya, manusia diberi kesempatan
untuk berfikir mengatasinya. Namun tetap saja banjir selalu membuat hati
berantakan. Sedih dan cape. Sudah berapa banyak kerugian materi yang ditanggung
untuk:
- Membeli peralatan kebersihan baru yang tiba-tiba stoknya abis di banyak toko.
- Biaya menginap selama kurang lebih seminggu pasca banjir karena rumah belum bisa ditempati (Alhamdulillah sebagiannya ditanggung kantor suami untuk karyawan yang rumahnya kebanjiran)
- Biaya pengobatan di RS untuk sakit pasca banjir
- Mengganti buku sekolah yang rusak
- Biaya jasa membersihkan rumah pasca banjir
- Biaya angkut sampah pasca banjir
- Kerugian akan peralatan elektronik, bed cover, buku, tas, baju, lemari, stroller, dan barang lain yang tidak bisa dipakai lagi dan akhirnya dibuang.
- Biaya patungan tanggul baru di komplek
- dan biaya lain-lain
Namun semua
peristiwa ada hikmahnya. Kalau kata kakak, Allah SWT mungkin lagi nyuruh kita
menggunakan barang seperlunya sesuai kebutuhan. Begitu banjir datang, semua
barang keluar tuh. Ketahuan deh, kalau kita nimbun banyak barang yang
sebenarnya gak selalu kita pakai kayak baju, tas, alat elektronik, dan
sebagainya. Ini anak saya aja sampai bilang gini, “Mi, untung mobil kita udah
dijual ya.” Jadi kita nggak pusing mikirin biaya perbaikan mobil yang kena banjir
yang pastinya seabreg biayanya.
Sampai saat ini,
kita masih beberes aja pasca banjir. Tentu aja kita berharapnya gak ada banjir
lagi dan apapun keadaanya selalu dimudahkan, dilindungi dan dalam naungan kasih
sayang Allah SWT.
Turut prihatin mba. Pasti repot banget beres2, belum lagi dokumen penting yang rusak atau hilang. Semangat
ReplyDelete